Ijazah Profesi Ditahan Pemerintah, 3.000 Dokter WNI dan 400 Dokter WNA se-Indonesia Protes

Ratusan dokter muda mewakili 3.000 dokter muda WNI dan 400 dokter muda WNA yang memprotes pemerintah akibat tidan diberi ijazah hingga bertahun-tahun dengan alasan tidak lulus Sertifikasi Kompetensi. Unjuk rasa di Kemendikti Saintek RI, Senayan, Jakarta, 18/6/2025.

* Ratusan Dokter Profesi Unjuk Rasa di Kemendikti Saintek

Jakarta, 19 Juni 2025.

Diperkirakan lebih dari 3.000 dokter yang telah menyelesaikan tuntutan akademik dan profesi di tanah air dan 400 dokter Warga Negara Asing (WNA) memprotes kebijakan pemerintah yang menahan ijazah (Sertifikat Profesi). Kemendikti dan Saintek menahan penyerahan ijazah profesi dokter dengan alasan seluruh dokter harus lebih dahulu lulus mengikuti Sertifikat Kompetensi.

Tidak terima dengan perlakuan yang dinilai jahat dan merugikan masa depannya, dokter-dokter yang telah lulus akademik dan profesi itu melakukan unjuk rasa di depan kantor Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) RI di Jl Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Rabu dan Kamis, 18-29 Juni 2025. Dalam orasi yang disampaikan selama 3 jam di depan kantor Kemendikti Saintek RI, para dokter muda menyebut masa depannya tergadai akibat tidak bisa mendapatkan ijazah dokter.

”Bapak Presiden mohon bantu kami. Para penegak hukum, mohon diaudit (aliran dana dari masalah Sertifikasi Kompetensi yang menyebabkan calon dokter tidak mendapatkan ijazahnya). Mohon masalah ini menjadi perhatian KPK. Usut tuntas masalah ijazah kami. Ijazah dokter kami dan teman-teman kami ditahan, ada orang tua yang anaknya meninggal karena masalah ini,” ujar Koordinator Tim Pergerakan Dokter Muda Indonesia, Mika Wirdani, kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 19/6/2025.

Demo Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) di Kantor Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi RI, Rabu, 18/6/2025.

Masalah yang dihadapi para dokter muda Indonesia, mereka telah menyelesaikan tuntutan Ilmu Kedokteran (Sarjana) dan telah mengikuti Praktek Co-Asisten untuk memenuhi tuntutan profesi dokter. Seharusnya, mereka berhak menerima ijazah dokter dan berhak menyandang gelar dokter. Tetapi pemerintah di bawah Kemendikti Saintek RI bersama lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan Kedokteran, mewajibkan dokter muda itu untuk lebih dahulu mengikuti dan lulus Sertifikasi Kompetensi.

Masalahnya, menurut para dokter muda, ujian Sertifikasi Kompetensi merupakan momok bagi para dokter muda, karena jarang sekali mereka diluluskan pada ujian kompetensi pertama kali (firstaker). Pada umumnya mereka mengikuti ujian serifikasi kopetensi beberapa kali (retaker), serta ikut bimbingan dan pelatihan baru kemudian bisa lulus. Ada yang mengikuti sertifikasi kompetensi (retaker) sebanyak 34 kali baru lulus. Waktu, dana, serta masa depan para dokter itu dinilai terbuang dan sia-sia akibat kebijakan dan perlakuan diskriminatif.

”Ijazah kami ditahan, kami tidak lulus Uji Kompetensi dan bertahun-tahun terjadi seperti itu. Uji kompetensi yang diselenggarakan sangat tidak fair. Saya tidak tahu apa artinya sertifikasi kompetensi ini, sebab seharusnya yang diuji apa yang telah dipelajari dan dipraktekkan. Tetapi nyatanya setelah belajar mati-matian, juga tidak lulus. Saya sudah ikut ujian sertifikasi kompeten tingkat nasional sebanyak 3 kali, tetapi tidak lulus,” kata Aris, seorang demonstran yang diwawancarai awak media, Kamis, 18/6/2025.

Aris, dokter muda dari Lampung, menangis saat unjuk rasa di Kemendikti Saintek RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 18/6/2025.

Selama tidak luluas dari sertifikat kompetensi, kata Aris, umumnya teman-temannya harus tetap membayar uang kuliah puluhan juta di kampus masing-masing. Teman-teman saya dari berbagai kampus di Indonesia sampai sekarang belum bisa mendapatkan ijazah dokter karena tidak lulus ujian sertifikasi kompetensi. Bahkan ada teman saya yang telah 34 kali ujian nasional, juga tidak lulus,” ucap Aris.

Penyelenggaraan ujian Sertifikat Kompetensi dinilai merupakan sindikat proyek yang memanfaatkan ujian sertifikat kompetensi dengan sistem Computer Basic Test (CBT) dengan kemungkinan lulus ditentukan oleh penyelenggara. Sehingga para dokter muda harus menempuh proses panjang, seperti Try Out, Bimbingan Test, dan berbagai pelatihan. Sumber media ini menyebut sejumlah dokter muda harus membayar hingga ratusan juta rupiah agar bisa lulus Serkom dengan bantuan yang telah disiapkan oleh penyelenggara.

Akibat perlakuan tidak manusiawi itu, dokter-dokter muda yang tergabung dalam Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) kini menyurati Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Dikti Saintek, Kementerian Kesehatan, Komisi IX dan Komisi X DPR RI, Ombudsman RI, Konsil Kesehatan RI, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran RI, serta seluruh Fakultas Kedokteran dalam Universitas di seluruh Indonesia.

Redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *