Ex Karyawan Merindukan Kembali Bekerja di Hotel Purajaya

Wawan, eks karyawan Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, Batam.

Batam, 17 Oktober 2025.

Ratusan orang eks karyawan Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, Kota Batam, mencetuskan keinginan yang menggebu-gebu untuk bekerja Kembali di hotel dan resort itu. Namun keinginan itu tidak mungkin lagi diwujudkan karena telah dirobohkan oleh PT Pasifik Estatindo Perkasa dan didukung oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam melalui Tim Terpadu.

”Saya dan kawan-kawan, setiap kali ketemu dengan mereka, semuanya menyatakan kerinduannya untuk bekerja Kembali di Hotel Purajaya. Puluhan bahkan sampai ratusan yang pernah saya temui, mereka semua merindukan kebersamaan bekerja di Hotel Purajaya. Sekiranya hotel tersebut bisa dibangun kembali, kami siap meninggalkan pekerjaan lain untuk kembali bekerja di sana (Hotel Purajaya),” kata salah seorang bekas karyawan di Hotel Purajaya, Wawan, kepada wartawan, di Batam, Jumat, 17/10/2025.

Mengapa para karyawan eks Hotel Purajaya merindukan kembali bekerja di hotel dan resort itu, menurut Wawan, karena suasana kerja yang dibangun di bawah manajemen Hotel Purajaya, yang ketika itu posisi Direktur PT Dani Tasha Lestari dijabat oleh Zukriansyah alias JJ, dan kemudian dilanjutkan oleh Rury Afriansyah, penuh dengan rasa kekeluargaan.

”Kami para pekerja hotel tidak dituntut untuk ekstra kerja keras, tetapi dituntut untuk bertanggungjawab terhadap tugas masing-masing. Sehingga suasana tidak kaku, namun semua karyawan bekerja sesuai dengan tanggungjawab masing-masing,” ujar Wawan.

”Saya sendiri bekerja sebagai petugas IT (Information Technology), yakni mengurus jaringan computer di setiap ruangan yang memerlukan jaringan, serta berbagai hal yang terkait dengan IT. Bidang IT memang bidang saya, sehingga ketika tidak lagi bekerja di Hotel Purajaya, saya menekuni profesi mendidik di bidang mata pelajaran IT di salah satu sekolah menengah kejuruan di Batam,” tutur Wawan.

Suasana kamar Hotel Purajaya sebelum dirobohkan pada 21 Juni 2023.

Protes Tokoh Melayu Kepri

Sebelumnya, peristiwa perobohan hotel dan pencabutan alokasi lahan PT DTL telah diprotes oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau. Para tokoh Melayu yang tergabung dalam LAM menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang ditempuh DTL melawan Kepala BP Batam.

”Mendengar penjelasan Sdr Rury Afriansyah yakni masalah perusahaannya PT Dani Tasha Lestari yang dirobohkan, ada tiga hal kejanggalan-kejanggalan dalam perobohoan hotel itu. Karena itu, maka Sdr Rury Afriansyah sudah dapat disebut menerima perlakuan yang tidak adil oleh yang berwenang (BP Batam) dalam hal itu. Karena itu dia bersilaturahim ke induk organisasi, dan sebagai orang tua kami patut menerima keluhan itu,” kata Wakil Ketua I LAM Kepri, Atmadinata, kepada pers, beberapa waktu lalu.

Perjuangan Rury Afriansyah untuk mendapatkan kembali alokasi lahan serta menuntut ganti atas kerugian yang dideritanya, menurutnya, merupakan perjuangan yang pantas untuk didukung oleh LAM Kepulauan Riau. Bersama Atmadinata, hadir dalam pertemuan dengan Dirut PT DTL, sebanyak 24 pengurus LAM Kepri. Semua sepakat menyebut pengalaman yang menimpa Rury Afriansyah terkait hotel Pura Jaya merupakan perbuatan sewenang-wenang yang harus dilawan. Perlawanan yang dimaksud dengan upaya hukum oleh PT DTL, serta dorongan moril dan sosial dari lembaga.

Para tokoh Melayu di Kepri menyingsingkan lengan untuk melawan kezaliman Mafia Tanah yang berkeliaran di Batam dan Kepri.

Pernyataan itu disampaikan oleh para pengurus LAM Kepri usai mendengar penjelasan Rury Afriansyah dalam waktu sekitar dua jam antara pengurus lengkap LAM Kepri bersama Dirut PT DTL dan Tim Hukum yang datang dari Batam. Kehadiran Rury di Gedung LAM Kepri, membuka berbagai masalah penting dalam pengelolaan kebijakan yang tidak sesuai di BP Batam. Substansi dari masalah yang dikemukakan dalam rapat merupakan bagian dari kesewenang-wenangan BP Batam menghadapi perusahaan, dalam hal ini PT DTL.

”Kami baru saja mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Ini bukan soal politik, tetapi ini (masalah yang dialami hotel Pura Jaya) adalah masalah keluarga besar LAM yang harus diperhatikan, sebab sudah menjadi ancaman bagi pengusaha Melayu di Kepri khususnya. Investasi sebesar itu (+/-Rp400 miliar) di dunia perhotelan sudah jarang dimiliki dan dikelola oleh pengusaha tempatan. Sehingga kami menilai masalah ini menjadi masalah bersama dan harus diberi dukungan penuh,” ucap Sekretaris III LAM Kepri Riawina.

Sebagai sesama putra Melayu, menurut para pengurus LAM Kepri, Megat Rury Afriansyah yang menjabat sebagai Ketua Saudagar Rumpun Melayu (SRM) Kota Batam, yakni organisasi sayap LAM, sudah menjadi kewajiban bagi LAM untuk melindungi anggotanya. ”Sebagai putra tempatan yang telah memberi kontribusi dalam kemajuan Pulau Batam secara khusus, dan Provinsi Kepri secara umum, Sdr Rury Afriansyah harus dibela dari kesewenang-wenangan BP Batam,” kata Sekretaris LAM Kepri, H Raja Alhafiz SE.

Perlakuan semena-mena yang dialami PT DTL, kata seorang pengurus LAM Kepri lainnya, merupakan perbuatan zolim dan menghina eksistensi masyarakat Melayu di negerinya sendiri. ”Seorang pengusaha dengan aset yang begitu besar, telah memberi gambaran pada kita sebagai bangsa, bahwa ketidak-adilan bisa terjadi kepada siapa saja, termasuk kepada saudagar Melayu. Bagaimana jika itu terjadi kepada saudara yang lain, yang secara ekonomi kurang beruntung? Inilah saatnya kita mendukung perlawanan terhadap ketidak-adilan,” katanya. (*)

Redaksi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *