Kantor Hukum Sayuti Minta BP Batam Segera Terbitkan Faktur UWT Nol Rupiah
Batam, 18 Oktober 2025
Kantor Hukum Muhamad Sayuti, SH, MH, atas nama warga di tiga Kampung Tua melayangkan somasi (teguran tertulis) kepada Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam atas adanya indikasi menipu atau tidak beritikad baik untuk mematuhi Surat Keputusan (SK) Kepala BP Batam Nomor 263 Tahun 2023. Dalam SK itu tertuang tarif khusus Uang Wajib Tahunan sebesar Rp0 di Kampung Tua Tanjung Sengkuang, Batu Merah, dan Air Raja.
Namun hingga sekarang belum ada tanda-tanda Kepala BP Batam mematuhi aturan yang telah dibuatnya. Indikasi melawan hukum yang dapat dipersepsikan sebagai tindakan menipu warga, terlihat dalam sejumlah upaya pertemuan antara Kuasa Hukum warga 3 Kampung Tua dengan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam. Beberapa kali wartawan hendak mempertanyakan adanya indikasi menipu warganya sendiri, ketika berupaya menemui Kepala BP Batam, hingga kini juga belum berhasil.
”Kantor Moesa (Mohamad Sayuti) dan Rekan selaku Kuasa Hukum dari salah satu warga Tanjung Sengkuang sedang meminta pihak BP Batam untuk menerbitkan faktur UWT sesuai SK 263 Tahun 2025 Kepala BP Batam, dimana tarifnya bernilai Nol (0) Rupiah. Tetapi kelihatannya sampai sekarang pimpinan di BP Batam masih berupaya mengelak dengan alasan perlu membahas lebih dalam masalah tersebut,” kata Muhammad Sayuti, SH, MH, kepada wartawan di Batam, 18/10/2025.
SK Kepala BP Batam nomor 263 tahun 2023 yang ditandatangani oleh Muhammad Rudi, disebutkan pada dictum 1 Menetapkan pemberian tarif khusus Alokasi Tanah Kampung Tua Tanjung Sengkuang, Kampung Tua Batu Merah, dan Kampung Tua Air Raja di atas tanah Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam kepada Penerima Wajib Tahunan (UWT) yang berlaku berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 11 Tahun 2023 tentang Tarif Layanan Direktorat Pengelolaan Pertanahan.

SK Kepala BP Batam itu, menurut Muhamad Sayuti yang akrab dipanggil Musa, merupakan hak warga di 3 Kampung Tua. yakni Tanjung Sengkuang, Batu Merah dan Air Raja. ”Sebab di wilayah tersebut, merupakan wilayah kerja BP Batam, di mana HPL-nya berada di tangan BP Batam. Jika hak dasar atas tanah yang telah memiliki dasar hukum, tidak diberikan oleh BP Batam, sama saja badan itu (BP Batam) merampas hak rakyat, dalam hal ini hak warga di 3 Kampung Tua,” tegas Muhamad Sayuti.
Dampak tidak diberikannya UWT nol rupiah terhadap Kampung Tua, di seluruh wilayah BP Batam, di mana HPL-nya telah dimiliki oleh BP Batam, kata Musa, warga pemilik lahan merasa ditipu. Sebab, lahan miliknya menjadi tidak bernilai ekonomis. Satu persil tahan di Batam, dapat bernilai ekonomis jika telah memiliki (1) Faktur UWT yang telah dibayar. Meski bernilai 0 rupiah, jika pemilik persil mengesahkan pembayaran 0 rupiah di bank yang ditunjuk BP Batam, faktur UWT itu dianggap telah sah; (2) Dengan adanya Faktur UWT yang telah dibayar, pemilik persil baru kemudian mendapatkan Penetapan Lokasi (PL) dan Surat Keputusan (SKEP) penggunaan lahan atau alokasi lahan; (3) Penerima persil kemudian mendapatkan Surat Perjanjian (SPJ) yang ditandatangani antara BP Batam dengan penerima persil.

Selama ini, menurut Musa, warga Kampung Tua tidak memiliki surat atas tanah yang bernilai ekonomis. Pasalnya, seluruh warga di Kampung Tua tidak memiliki surat-surat yang menjadi syarat sahnya penguasaan atas tanah. ”Kami telah berupaya mendudukkan masalah, karena sudah ada dasar hukum atas hak warga Kampung Tua, khususnya di 3 Kampung Tua, maka tidak ada alasan bagi BP Batam untuk menolak memberikan Faktur, SKEP dan SPJ sebagai surat-surat yang memberikan nilai ekonomis bagi warga Kampung Tua pemegang hak atas persil yang dia peroleh,” tutur Muhamad Sayuti.
Kemarin, Jumat 17/10/2025, Wakil Kepala BP Batam Li Claudia Chandra disebut akan menerima audiensi Muhamad Sayuti untuk membahas masalah itu. Namun pada akhirnya, Wakil Kepala BP Batam itu batal menerima audiensi Musa dan kliennya. Rencana audiensi itu dijadwalkan sebagai langkah penyelesaian konflik antara warga 3 Kampung Tua dengan BP Batam. Kelihatannya, kata Musa, BP Batam tidak ada itikad baik untuk segera menyelesaikan masalah itu.
”Kenapa dilakukan permintaan, karena setelah terbitnya Sertifikat Tanah dimana tertera Wilayah Kampung Tua yang nota bene-nya masih HPL BP Batam, wajib ada faktur UWT untuk kelengkapan administrasi. Surat sebagai kelengkapan administrasi lanjutan itu, antara lain SKEP, SPJ dan PL. Dengan surat itu, warga telah memiliki surat atas tanah yang ber-nilai ekonomi. Namun akibat tidak diterbitkannya Faktur sesuai SK Kepala BP Batam nomor 263 tahun 2025 yang dikeluarkan dan ditanda tangani oleh Kepala BP saat itu, Bapak Rudi, maka masyarakat khusus wilayah tersebut merasa ditipu,” ujar Muhamad Sayuti.
Bukan itu saja, Kepala BP Batam yang juga merangkap sebagai Wali Kota Batam, seharusnya membela kepentingan warganya. Bukan malah setelah menjadi Ex Officio Kepala BP Batam malah menipu warganya dengan iming-iming UWT 0 rupiah, tetapi kenyataannya tidak dipenuhi. ”Seharusnya Kepala BP Batam memiliki itikad baik untuk melaksanakan SK yang telah dibuatnya sendiri. Ini bukan soal personal Kepala BP Batam, tetapi soal lembaga. Jangan sampai ada lembaga yang memperdaya warganya, dalam hal ini pejabat menyalah-gunakan jabatannya untuk tidak menjalankan kewajibannya menyangkut hak dasar warganya,” pungkas Muhammad Sayuti.
Redaksi.

