Batam, 12 Januari 2025.
Kuasa Hukum pasangan Nuryanto dan Hardi Hood, yang dikenal dengan Tim Nadi, Erik Setiawan dan Abdul Hakim, memohon kepada Hakim Mahkamah Konstitusi agar dilakukan pemilihan ulang kepala daerah di 8 kecamatan. Pasalnya, menurut kuasa hukum Nadi, partisipasi pemilu kepala daerah di Kota Batam tidak mencapai 50 persen.
Kecamatan yang diminta dilakukan pemilu kepala daerah ulang, yakni seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di kecamatan: Batam Kota, Lubuk Baja, Batu Ampar, Batu Aji, Sagulung, Sekupang, Belakang Padang, dan Galang. Di delapan kecamatan itu, Nadi mengalami kekalahan, sehingga perlu dilakukan pemilu kepala daerah ulang.
”Petitum alternatif, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, dua, membatalkan keputusan KPU Batam nomor 480 tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, tahun 2024, tanggal 22 September 2024, sepanjang menyangkut penetapan pasangan calon nomor urut 2 atas nama Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra, dan tiga, memerintahkan KPU Batam untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di delapan kecamatan,” kata Erik Setiawan, di Mahkamah Konstitusi pada Kamis 9 Januari 2025, sebagaimana dikutip dari risalah rapat MK, Minggu, 12/1/2025.
Dalam perkara nomor 169/PHPU.WAKO-XXIII/2025, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memimpin persidangan, Saldi Isra sebagai Ketua, dan Ridwan Mansyur serta Arsul Sani sebagai Anggota. Dalam persidangan pendahuluan pada Kamis, 9/1/2025, Erik Setiawan dan Abdul Hakim mengemukakan beberapa alasan mengajukan permohonan pembatalan terhadap keputusan KPU Kota Batam nomor 744 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam.
”Bahwa sejak dimulainya kontestasi Pilkada Kota Batam tahun 2024, yang mana kehadiran Calon Wakil Wali Kota Li Claudia Chandra telah mengubah perpolitikan di Kota Batam. Bakal Calon Wali Kota Batam dan Wakil Wali Kota Batam yang dulunya digadang-gadang akan maju sebagai bakal calon, perlahan-lahan tidak dapat maju sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam. Sebab satu per satu partai politik sebagai partai pengusung mendukung pencalonan Amsakar Ahmad dan Li Claudia Chandra sebagai Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam,” kata Erik Setiawan.
Banyaknya partai politik yang mendukung Amsakar Achmad dan Li Claudia, menurut kuasa hukum Nadi, menjadi salah satu bukti adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Faktor pelanggaran TSM itulah yang membuat Tim Nadi menggugat Ketua KPU Kota Batam, Mawardi, ke MK. Dalam permohonan disebut Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra berupaya menjadikan Pilkada 2024 satu pasang melawan kotak kosong. Tetapi dalam persidangan pendahuluan, yakni pembacaan gugatan sengketa pilkada, tidak ada bukti upaya satu pasangan calon melawan kotak kosong itu dilakukan oleh pasangan Amsakar Achmad dan Li Claudia.
Pemohon melayangkan gugatan kepada Ketua KPU Batam, Mawardi, salah satu bukti karena perolehan suara pasangan Nuryanto-Hardi mendapatkan suara 142.245, sedangkan, Amsakar Achmad dan Li Claudia mendapatkan suara 278.132. Dengan perolehan itu, pasangan Nadi kalah melawan Amsakar Achmad-Li Claudia Chandra dengan selisih 134.887 suara atau 32% dari total suara sah.
”Bahwa menurut permohon, selisih perolehan suara pemohon tersebut disebabkan adanya pelanggaran TSM, terstruktur, sistematis, dan masif yang berupa kecurangan pelanggaran netralitis netralitas aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan, yaitu lembaga Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dengan tujuan untuk berpihak kepada salah satu pasangan calon,” ucap Erik Setiawan. Meski demikian, pemohon hanya mencantumkan Ketua KPU sebagai termohon, tidak terdapat aparat pemerintah dan Bawaslu.
Ketika Hakim Ketua Saldi Isra bertanya soal bukti TSM, kuasa hukum Nadi menjawab kecurangan struktur berupa money politics, pembagian sembako, ketidaknetralan ASN. Kemudian Saldi Isra bertanya yang masifnya, di mana, sistematisnya, di mana, Erik Setiawan sistematis termasuk terstruktur. Alasannya, karena kedua kegiatan itu (sistematis dan terstruktur) berjalan seolah-olah terlindungi. ”Masif bergerak secara diam, tapi terlaksana dengan baik, Yang Mulia,” kata Erik Setiawan.
Ketika ditanya Saldi Isra apakah dalam bukti disebutkan identitas pelaku, seperti ASN yang melakukan pelanggaran TSM, Erik Setiawan menjelaskan ada pemanfaatan jabatan ASN. ”Pemanfaatan jabatan selaku Aparatur Sipil Negara, untuk menguntungkan dan mengkampanyekan paslon 02, Yang Mulia. Bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Rasman Apandi selaku Lurah Sungai Pelunggut, yang dilakukan pada masa kampanye di wilayah pemilihan Kota Batam dengan secara langsung untuk mengarahkan dukungan terhadap paslon 02 dan hal ini telah dilaporkan ke Bawaslu Kota Batam, dengan Laporan 004/Reg/LP/PW/Kota/10/02/X/2024 dengan status sampai sekarang belum ada perkembangan yang kita lihat,” jelas Eriks Setiawan.
Kemudian Kuasa Hukum Nadi menjelaskan pemanfaatan program pemerintah pusat berupa bantuan sembako untuk keuntungan Paslon 02. ”Bahwa program bagi-bagi sembako dilakukan oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau dari Partai Gerinda, yaitu atas nama Imam Sutiawan S.E., M.M. dan juga selaku Ketua Tim Kampanye Paslon 02. Ketika ditanya Saldi Isra, Imam Sutiawan sebagai apa, kuasa hukum Nadi menyebut sebagai Ketua DPRD Provinsi Kepri periode 2024-2029.
Bukti lain, menurut Erik Setiawan, yakni pada 26 November 2004 pihaknya telah melakukan operasi sehingga salah satu pelaku money politics tertangkap tangan atas nama M Jamil. Pelaku itu, menurutnya, telah dilaporkan Hendra Redikson Lumban Siantar ke Bawaslu Kota Batam dengan laporan nomor 015. Ketika ditanya apa yang dilakukan oleh M Jamil, menerima uang atau memberikan uang, kuasa hukum Nadi menyebut M Jamil memberikan uang Rp500.000, kepada lima orang, masing-masing Rp100 ribu per orang.
Salah satu kejanggalan dalam gugatan sengketa pilkada dari Nadi, adalah pernyataan seluruh saksi Nadi di 12 kecamatan keberatan dengan hasil perhitungan di TPS. Tetapi ketika ditanya oleh Saldi Isra, berapa TPS seluruhnya di 12 kecamatan itu, kuasa hukum tidak memiliki data. Ditanya, berapa saksi yang keberatan, juga tidak ada data. Hingga Mawardi menjelaskan ke hakim MK, jumlah semua TPS di 12 kecamatan se-Kota Batam mencapai 1.821 TPS.
Hingga hari ini, belum ada jadwal sidang lanjuta perkara nomor 169/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Diperkirakan pekan depan akan dilakukan sidang lanjutan untuk memeriksa saksi-saksi jika dianggap perlu, tetapi jika dianggap tidak perlu, akan dilakukan pembacaan putusan ditolak atau diterimanya gugatan.
Redaksi.