Batam, 1 Oktober 2025.
Badan Pengusahaan (BP) Batam dinilai tidak menghormati hukum dalam kasus lahan antara PT Satria Batam Sukses (SBS) milik mantan Anggota DPRD Kota Batam, Udin P Sihaloho dengan warga yang mendiami rumahnya sejak 35 tahun silam. Dalam waktu dekat, BP Batam berencana membongkar puluhan rumah di RT 06 RW 08, Bengkong Palapa 2, Tanjung Buntung, Bengkong, Batam.
”Kemarin Tim Terpadu datang hendak menyampaikan Surat Peringatan ke-3, surat tersebut tidak dapat diterima oleh warga, karena sengketa antara warga dengan PT SBS atas lahan yang ditempati warga masih sedang berproses di Pengadilan Negeri Batam. Kenapa BP Batam harus memaksakan penggusuran, ini menjadi bukti institusi BP Batam telah dikendalikan oleh kepentingan segelintir orang yang ingin mencaplok lahan,” kata Kuasa Hukum Warga Tanjung Buntung, Ahmad Joni kepada wartawan, Rabu, 1/10/2025.
Bukti-bukti kepemilikah tanah, menurut Ahmad Joni, bukan saja bukti formil berupa surat-surat, seperti: Surat Permohonan Lahan No. 099/SP/SBS-BTM/2013 tertanggal 27 Mei 2013, persetujuan BP Batam pada 2020 Faktur C.0445032002, pelunasan UWTO, SKEPT, dan PL No. 220030106 tanggal 9 April 2020, dengan luas lahan 1.000 m². Apalagi, katanya, juru bicara PT SBS, Udin P Sihaloho menyebut tentang UU nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA). Ditambah dengan kewenangan BP Batam sesuai PP 46 tahun 2007 jo PP . 5 tahun 2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Ada bukti materiil yang tidak dipenuhi oleh PT SBS, menyangkut juga perlakuan diskriminatif BP Batam. Pasalnya, sejak tahun 1990-an, kata Ahmad Joni, warga telah mengajukan permohonan penggunaan lahan dan siap mengikuti penataan BP Batam tentang peruntukan lahan itu. ”PT SBS baru mengajukan permohonan lahan pada tahun 2013, dan baru disetujui oleh BP Batam pada tahun 2020 di saat yang bersangkutan memiliki kekuasaan legislatif. Sementara warga telah mengajukan sejak 1990-an, dan pengajuan terakhir adalah pada tahun 2017,” papar Ahmad Joni.
Semua bukti yang diajukan PT SBS adalah bukti formil, sementara bukti materiil tidak ada,” kata Ahmad Joni. Bukti materiil itu, antara lain pengakuan pemerintah setempat, seperti Ketua RT, Ketua RW, dan Lurah. Pengakuan tetangga atau sempadan, yakni warga lain yang berada di sekitar lokasi yang menjadi objek yang disengketakan. Dalam hal ini berlaku Asas Kontradiktur Delimitasi.
Asas Kontradiktur Delimitasi adalah suatu norma dalam proses pendaftaran tanah yang mewajibkan para pihak yang berkepentingan (terutama pemilik tanah yang bersebelahan) untuk hadir dan menyepakati batas-batas bidang tanah saat proses pengukuran dan pemetaan berlangsung, guna memastikan data fisik yang akurat dan kepastian hukum. Jika ditemukan keberatan dari sempadan, maka azas kontradiktur de limitasi tidak terpenuhi, dan hal itu membuat pengakuan PT SBS menjadi cacat materiil. ”Azas-azas itu adalah merupakan faktor terpenting dalam penguasaan lahan,” tegas Ahmad Joni.

Cara Tidak Bermoral
Jika tanah yang menjadi objek sengketa tidak dikuasai oleh PT SBS, kata Amhad Joni, jelas pemilik surat tanah yang tidak menguasai tanah selama bertahun-tahun, haknya gugur. Pihak PT SBS, hanya mengandalkan dasar administrasi surat-menyurat yang diterbitkan oleh BP Batam. ”Sementara yang kami pertahankan, adalah hak dasar setiap warga negara yang telah menempati lokasi sejak 30 tahun lebih,” tambah Ahmad Joni.
Penjelasan Udin P Sihaloho di sejumlah media, dinilai penjelasan yang tidak berdasar. Pertama, Udin P Sihaloho bukan pemilk tanah. ”Jika dia menyebut sebagai manajemen, tunjukkan SK Pengangkatan dan Surat Tugas mengurus tanah di lokasi kami. Dia (Udin P Sihaloho) hanya mengandalkan kekuasaan sebagai mantan Anggota DPRD Kota Batam. Sudah banyak yang gerah dengan ulah dia di lingkungan kami. Siapa Udin P Sihaloho, kami tidak paham,” kata Ketua RT 06 RW 08 Tanjung Buntung, Sondang Juliana Silalahi.
Kedua, Udin P Sihaloho tidak ada di dalam Akta Perusahaan PT SBS. Komisaris PT SBS adalah Jonson Samosir, dan Direktur Faber Sidabutar. ”Di mana Jonson Samosir dan Faber Sidabutar saat ini? Kenapa mereka tidak muncul untuk menyelesaikan masalah tanah ini dengan warga? Dan, kenapa sekarang tanah yang disengketakan telah dialihkan kepada seseorang? Atas dasar apa mereka melakukan jual-beli tanah yang dikuasai oleh warga sejak puluhan tahun yang lalu,” tanya Butar-Butar, seorang warga yang menjadi korban penyerobotan lahan.
Ketiga, menurut warga, Udin P Sihaloho sejak awal tidak pernah menguasai lokasi. ”Dia hanya mengandalkan kekuasaan untuk merebut tanah warga, dengan cara yang tidak bermoral, di saat dia masih ingin menduduki kursi legislatif, dia diam-diam hendak menguasai tanah warga, sementara ketika dia tidak terpilih lagi, langsung mau mengusir warga dengan cara yang tidak bermartabat. Kalau dia berada dalam posisi yang benar, temui kami, warga di sini, jangan jadi pengecut,” ujar seorang warga lain saat Udin P Sihaloho melintasi jalan di depan tanah yang disengketakan antara warga dengan PT SBS.(*)
Redaksi.