Sebagian Besar Lahan PT Pasifik Group Adalah Tanah Ulayat

Peta wilayah Kesultanan Riau Lingga yang masih tergolong Tanah Ulayat Melayu di Kepri.

* Konsorsium PT Pasifik Diduga Telah Kuasai Ribuan Hektar Tanah di Batam

Batam, 3 November 2025.

Sebagian besar dari sekitar 1,200 hektar lahan yang dikuasai oleh PT Pasifik Group, terindikasi merupakan tanah ulayat. Dalam waktu dekat, sejumlah kelompok adat mendesak pemerintah agar mengembalikan bagian-bagian tanah adat yang masih hidup di Batam, Rempang dan Galang.

”Ya benar, kami dari Kesultanan Riau Lingga, sedang menunggu respon istana kapan bisa diterima, untuk menyampaikan keluhan masyarakat adat di Batam, Rempang, dan Galang, agar tanah ulayat dikembalikan kepada pemangku adat yang masih hidup di tengah masyarakat. Jangan dikira tanah di Barelang ini tanah kosong tanpa pemilik. Ada pemiliknya, masyarakat adat yang diakomodir dalam Grand Sultan yang terbit pada masa Kesultanan Riau Lingga, dan surat tersebut tidak pernah dibatalkan,” kata Juru Bicara Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) Said Ubaydillah, Senin, 3/11/2025.

Muhammad Rudi, mantan Kepala BP Batam yang menyetujui perobohan Hotel Purajaya, bersama Rury Afriansyah.

Menurut regulasi pertanahan, tanah ulayat merupakan tanah yang kepemilikannya kolektif, masyarakat adat masih memelihara tatanan budaya dan masih merasa terikat oleh tatanan hukum adat, dalam hal ini Adat Melayu Riau Lingga. Selain itu, masyarakat adat tidak mementingkan dokumen tanah karena Kesultanan Riau Lingga memiliki Grand Sultan yang tidak akan diperjual-balikan.

Said Ubaidillah, Juru Bicara Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga.

”Itu sebabnya masyarakat adat, seperti yang ada di Rempang dan Galang serta pulau-pulau lain, tidak pernah mempersoalkn pembangunan yang adai di sekitarnya, bahkan selalu mendukung pembangunan, asalkan tanah tempat dia tinggal tidak diganggu. Karena tanah ulayat tidak akan pernah dijual kepada siapapun. Itu adalah tanah warisan dari nenek moyang mereka,” jelas Said Ubaidillah.

Hingga saat ini, kata Said Uhaydillah, susunan pemerintahan adat masi hidup. Misalnya, pemimpin adat jika diselasarkan dengan pemerintah masih diakui oleh masyarakat Melayu eks Kesultanan Riau Lingga di Kepulauan. Pemimpin itu yakni Gelar Orang Kaya untuk pemimpin setingkat Bupati, Gelar Bathin untuk pemimpin setingkat Kecamatan, serta Gelar Penghulu untuk pemimpin setingkat Desa atau Kelurahan.

Asri alias Akim, pengusaha Tanjungpinang yang ternyata menguasai ratusan hektar tanah di Pulau Batam. Dia disebut bos dari mafia tanah yang sempat dibahas di Komisi III dan Komisi VI DPR RI.

Tanah-tanah adat yang ada, tidak diwakili oleh Kampung Tua yang disahkan oleh Pemerintah Kota Batam. Tanah adat dan tanah ulayat memilik sejarah dan dokumennya masih disimpat dengan baik di Istana Penyengat serta di Bidang Kebudayaan di negara tetangga Malaysia dan Singapura. ”Tanah-tanah yang dikuasai oleh pengusaha yang tergolong spekulan dan mafia tanah, seperti halnya PT Pasifik Group, akan dievalasi dan minta segera dicabut,” ujar Said Ubaydillah.

Bobbie Jayanto, ‘Putra Mahkota’ Pasifik Group, yang merobohkan Hotel Purajaya tanpa putusan Pengadilan.

Data yang diterima redaksi, daftar kepemilikan tanah yang dikuasai Konsorsium (baca: mafia tanah) antara lain: PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), PT Rani Mulia Raharja (RMR), PT Pasifik Prosperindo Perkasa yang tercatat di registri sebagai bagian dari kelompok/afiliasi Pasifik yang mengambil alih lahan di titik-titik strategis, misalnya area One Mall/Batam Center, PT Pasifik Royal Investasma, PT Beverly Hotel Indonesia, sebagai salah satu entitas korporasi baru dalam jaringan yang sama (bidang real-estat/hospitality).

Ada juga perusahaan PT Pelayaran Lestari Papua Bahari, yakni perusahaan yang entitasnya terkait dalam susunan pemegang saham/afiliasi jaringan Pasifik Group, PT Metro Nusantara/Metro Nusantara Bahari yang menguasai Pelabuhan Feri Internasioal Batam Center, PT Metro Nusantara yang mengelola Pelabuhan Batam Center, di mana saham terbesar dikuasai oleh Asri alias Akim serta anaknya Bobbie Jayanto. (bersambung)

Redaksi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *