* Eksekusi Hotel Purajaya: ‘Mainan’ Bagi Ariastuty Sirait, Melukai Hari Melayu
PERBEDAAN ranah hukum: tindakan administratif (pembatalan/pengosongan lahan) dan eksekusi fisik atas bangunan yang dimiliki pihak ketiga biasanya memerlukan dasar hukum lebih kuat bila mengandung pengusiran/eksekusi terhadap kepemilikan. Untuk eksekusi fisik, idealnya harus ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (atau dasar pemberian wewenang yang jelas oleh peraturan) yang memberi hak untuk melakukan pengosongan/eksekusi.
Namun bagi Ariastuty Sirait, eksekusi barang bernilai ratusan miliar rupiah itu hanya olok-olokan atau guyonan yang diperankan oleh Tim Terpadu produk BP Batam. Beberapa ahli hukum dan beberapa pihak pelaku usaha, serta juga beberapa liputan media, kasus pembongkaran Hotel Purajaya itu dinilai sebagai tindakan illegal karena tanpa putusan eksekusi yang inkrah (ada argumen ilegalitas).
Catatan pemberitaan dan peradilan, ada laporan bahwa perkara TUN dan perdata sempat terjadi dan sejumlah putusan MA terkait sengketa lahan disebutkan ada yang menang dan ada yang kalah di tingkat berbeda. Bila BP Batam mengandalkan putusan MA dan TUN yang telah inkrah yang memberi hak untuk mengeksekusi, pembongkaran dapat dibenarkan, tetapi harus disertai putusan PN untuk eksekusi.

Tetapi apapun alasannya, apabila tidak ada putusan eksekusi yang sah atau jika masih ada penangguhan pelaksanaan oleh pengadilan seperti perintah penundaan, maka pembongkaran adalah melanggar hukum. Oleh sebab itu, kunci pembuktian adalah: (1) pemeriksaan salinan putusan TUN/perdata dengan amar putusan dan apakah ada perintah eksekusi; (2) pemeriksaan apakah ada permohonan penangguhan pelaksanaan yang masih berlaku.

Tanggung jawab atas pernyataan publik Ariastuty Sirait
Kemungkinan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong di Indonesia, adalah pernyataan publik yang menuduh pihak lain melakukan Tindakan, misalnya tidak mengajukan perpanjangan padahal ada bukti sah bahwa pihak lain memang telah mengajukan permohonan. Hal itu dapat mengakibatkan gugatan perdata atau ganti rugi atau diskreditasi. Juga, laporan pidana jika ada unsur penyebaran berita bohong/fitnah dengan unsur kesengajaan.
PT DTL memang melaporkan pihak BP Batam ke polisi atas tuduhan penyebaran berita bohong. Bukti yang relevan untuk menyangkakan tindak pidana/pertanggungjawaban perdata. Bukti pengajuan seperti surat, email, tanda terima LMS, stempel masuk, kronologi komunikasi, serta apakah pernyataan Humas BP Batam disampaikan dengan itikad buruk atau berdasarkan catatan internal yang keliru.

Catatan pembuktian praktis, untuk membuktikan kebohongan” publik (bukan sekadar perbedaan interpretasi), pemilik/pengelola harus menunjukkan bukti dokumen yang menyanggah pernyataan Humas BP Batam, misalnya bukti permohonan perpanjangan yang diterima oleh BP Batam pada tanggal sesudah dan setelah berakhirnya masa UWT tanah milik PT DTL. Sebaliknya, BP Batam dapat menunjukkan bukti internal (undangan rapat, notulen, surat penolakan) yang menunjukkan proses administratif telah ditempuh sebelum pembatalan. Sayangnya, bukti itu tidak ada.
Supaya analisa ini bisa ditingkatkan jadi berkas pembuktian yang kuat, berikut daftar dokumen yang harus diamankan (urutan prioritas): Pertama, salinan lengkap surat permohonan perpanjangan yang diklaim PT DTL (dengan nomor surat & tanggal) serta bukti pengiriman/terima (cap/acknowledgement di LMS BP Batam). Bila ada, ini akan jadi bukti penentu dalam kasus Hotel Purajaya, di mana Ariastuty Sirait dinilai positif menyebar hoax.

Log LMS BP Batam atau bukti elektronik (server logs) yang menunjukkan penerimaan permohonan dan tanggalnya. (sangat menentukan). Dan dalam laporan yang disampaikan oleh PT DTL, bukti-bukti itu dilampirkan ke sejumlah instansi, baik Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta instansi lainnya. Surat SP1, SP2, SP3 & Surat Pengakhiran yang disebut BP Batam, meski ada salinan resmi di BP Batam, tetapi tidak ada bukti telah berhasisel disampaikan kepada PT DTL secara otentik.
Surat perintah/nota dinas yang memerintahkan pembongkaran fisik (21 Juni 2023) dan dokumen pelaksana (kontrak/penunjukan perusahaan pelaksana), jika itu hanya diperintahkan oleh PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), hal itu dinilai sebagai perintah yang cacat hukum. Sebab asset PT DTL yang terjadi akibat SHGB yang hingga pada saat dieksekusi (tempus delicti) belum pernah dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan harta di atas tanah tersebut merupakan hak PT DTL yang harus diselesaikan secara sah melalui Pengadilan Negeri, dalam hal ini PN Batam.
Bukti pembayaran UWT atau faktur atau bukti pelunasan, sesuai Perka BP Batam terkait UWT adalah bukti sah yang menjadikan asset PT DTL legal secara hukum sebagai harta yang harus diselesaikan secara adil di Pengadilan Negeri. Rekaman pernyataan Humas (transkrip/rekaman video) di mana Ariastuty Sirait menyatakan ‘tidak ada permohonan perpanjangan’ adalah hoaks yang berakibat hukum.
Media ini telah menyusun semua bahan, timeline, dan analisa legal di atas siap untuk diserahkan ke penasihat hukum untuk ditindak-lanjuti secara hukum. Kompilasi berkas bukti menjadi rangkuman PDF (dengan link & ringkasan per dokumen) berisi daftar dokumen publik serta kutipan kunci dari tiap sumber. Memorandum yang merangkum fakta, bukti, argumen hukum untuk digunakan sebagai lampiran gugatan atau bukti pelaporan (termasuk rekomendasi gugatan perdata/pidana) kini telah dilakukan oleh pemilik.(*)
Redaksi.

