Batam, 7 Oktober 2025
Meski belum ada proses pengadilan terkait korupsi dalam kasus lahan dan perobohan Hotel Purajaya Batam pada 21 Juni 2023, PT Dani Tasha Lestari Bersama Tim Hukum telah mengumpulan sejumlah bukti dan indikasi yang mengarah ke dugaan mafia tanah. Bukti suap dan gratifikasi terungkap dari proses pengalihan tanah hingga perobohan Hotel Purajaya yang merugikan pemiliknya hingga Rp922 miliar.
”Benar, tim hukum Purajaya telah menyusun laporan yang berisi bukti dan indikasi korupsi, dan berkas pengaduan telah kami sampaikan ke penyidik di KPK. Saya sendiri sebagai prinsipal langsung menyerahkan laporan ke KPK beberapa waktu lalu. Kami berharap KPK akan bekerja professional, sehingga pelaku kejahatan yang terkait korupsi dalam masalah Purajaya dapat terungkap,” kata Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL), Rury Afriansyah, kepada wartawan, di Batam, Selasa, 7/10/2025.
Dalam laporan yang disampaikan ke KPK, menurut Rury Afriansyah, pihaknya telah menyerahkan bukti berupa data dokumen, surat-surat dan bukti digital ke penyidik yang sedang menyelidiki kasus korupsi dalam kasus Hotel Purajaya. ”Ya, sudah ada bukti yang memperkuat adanya suap dan gratifikasi dalam pengalihan lahan, serta adanya pertemuan-pertemuan tertutup sebelum lahan dieksekusi dan bangunan serta fasilitas hotel dirobohkan. Saya harap, pelaku utama tidak akan dapat ‘cuci-tangan’ dalam kasus ini,” jelas Rury Afriansyah.

Bukti dan indikasi dugaan mafia tanah
Pencabutan dan alokasi lahan yang tidak wajar, kata Rury Afriansyah, menjadi bukti kuat adanya gratifikasi antara penerima alokasi dengan pemegang kekuasaan di Badan Pengusahaan (BP) Batam. Lahan Hotel Purajaya Beach Resort yang sebelumnya dialokasikan oleh BP Batam kepada PT Dani Tasha Lestari (DTL) dicabut dan dialokasikan ulang ke perusahaan lain, yaitu PT Pasifik Estatindo Perkasa dalam waktu hanya 15 hari. Hal ini memicu pertanyaan tentang transparansi dan prosedur yang digunakan oleh BP Batam.
Perobohan bangunan hotel secara sepihak: Bangunan hotel di lahan tersebut dirobohkan berdasarkan surat perintah dari PT Pasifik Estatindo Perkasa. Dasar perobohan itu, cact ukum karena tidak diuji lebih dahulu lewat pengadilan, sementara pemilik hotel sedang menunggu prose peradilan. Anehnya, BP Batam memerintahkan 600 personel Tim Terpadu mengawal perbuatan melawan hukum. ”Belum ada inkracht atau dasar hukum yang berkekuatan hukum tetap, tetapi asset dengan nilai ratusan miliar dirobohkan dengan sewenang-wenang oleh PT Pasifk Estatindo Peraa dan dikawal Tim Terpadu bentukan BP Batam,” tutur Rury Afriansyah.

Keterlibatan Kepala BP Batam
Dugaan keterlibatan Kepala BP Batam dalam memperlancar penguasaan lahan oleh mafia mencuat, sebagaimana disinyalir oleh sejumlah pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Anggota DPR RI juga menerima aduan tentang kasus mafia tanah yang diduga melibatkan oknum BP Batam dan setuju kasus Hotel Purajaya merupakan bukti nyata kekuatan mafia tanah di Batam. Ganti rugi yang tidak dipenuhi oleh pelaku perobohan PT PEP kepada PT DTL menunjukkan pelaku tidak bertanggugjwab terhaap perbuatannya.
Perbuatan Kepala BP Batam masuk dalam ranah pidana disebut atau memiliki mensrea sesuai ketentuan pasa 2 ayat (1) Undang-Undng Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU itu dinyatakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Tindakan pengalihan HGB secara sepihak oleh Kepala BP Batam patut dipandang sebagai ‘tindak kejahatan korupsi’ karena hal-hal sebagai berikut: (a) Pengalihan HGB oleh Kepala BP Batam kepada pihak lain dilakukan secara tidak sah dengan mengabaikan hak prioritas yang melekat pada PT DTL sebagai pemegang awal HGB sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996, Pasal 27 ayat (2); (b) Yang diuntungkan dari tindakan tersebut adalah setidak-tidaknya Kepala BP Batam, dan penerima alokasi yang meskipun belum sah secara hukum telah berani melakukan perobohan asset ratusan miliar rupiah.
Tindakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam yang telah membatalkan Sertifikat HGB yang masih dalam proses hukum, dan telah menerbitkan Sertifikat HGB baru atas permintaan Kepala BP Batam merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara. Pasalnya, dengan tindakan itu terjadi kehilangan sumber pendapatan negara berupa pajak dan retribusi perpanjangan HGB.(*)
Redaksi.

