Batam, 23 November 2024.
Panglima Hulubalang Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau wilayah Kota Batam, Said Andi Sidharta, meminta lembaganya mengevaluasi gelar adat yang disematkan kepada Wali Kota Batam Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi. Pasalnya pimpinan kedua lembaga itu sudah tidak amanah menjalankan tugasnya.
”Jabatan ex officio tidak terlepas dari jabatan sebagai Walikota, dan Walikota memegang gelar Dato SETIA AMANAH. Dengan apa yang dilakukan terhadap keluarga Almarhum Bapak Zulkarnaian Kadir, yang merupakan salah satu donatur dan ikut mendirikan Provinsi Kepri, atas Hotel Purajaya Resort maka dipertanyakan; patutkah gelar Dato SETIA AMANAH tersebut disematkan,” kata Said Andi Sidharta, kepada pers, di Batam, 23/11/2024.
Panglima Hulubalang yang bertugas di wilayah Kota Batam itu, mengatakan pencabutan alokasi lahan milik PT DTL itu murni tindakan di luar aturan. Sebab, menurutnya, ada indikasi terlibatnya pihak ketiga dalam pencabutan alokasi lahan serta indikasi mafia lahan yang melibatkan internal BP Batam. ”Jika nasib setiap pengguna lahan di Pulau Batam diserahkan kepada pejabat yang terlibat dalam mafia lahan, bagaimana dunia investasi di Batam di masa depan,” kata Said Andi Sidharta.
Senada dengan Said Andi Sidharta, Panglima Hulubalang wilayah Kota Tanjungpinang Chaidar Rachmat, menyatakan siapapun yang menjabat Kepala Daerah diberi gelar Setia Amanah. ”Sudah ada di AD ART LAM Kepri, bahwa setiap kepala daerah diberi gelar adat Setia Amanah. Tetapi di balik penyematan gelar adat, ada tanggungjawab yang sama derajatnya dengan sumpah. Jika tidak amanah dalam menjalankan kekuasaan, bukan tidak mungkin termakan sumpah,” kata Chaidar Rachmat.
Pengalaman yang diderita Megat Rury Afriansyah, kata Chaidar Rachmat, akan didorong menang di jalur hukum. ”Jika benar dibuktikan ada kebohongan, seperti yang disampaikannya Ariastuty Sirait menyebarkan kebohongan, saya meminta agar diungkap di hadapan pengadilan. Ini semata-mata persoalan hukum, demi tegaknya aturan. Jangan sesuai prosedur, tetapi nyatanya tidak sesuai prosedur,” ujar Chaidar Rachmat.
Dia mengakui sesuai dengan vonis Peninjauan Kembali, gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ditolak meski di tingkat pertama sempat dimenangkan. ”Kita terima bahwa dia (Muhammad Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam) benar berwenang. Tetapi harus diuji apakah penggunaan kewenangan BP Batam itu telah sesuai dengan prinsip pengembangan industri di Batam,” kata Chaidar Rachmat.
Dia menjelaskan, secara hukum perdata perlu diuji apakah ada hak-hak keperdataan Rury Afriansyah yang telah diabaikan. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), sesuai aturan, pemegang pertama harus ditawarkan lebih dahulu. ”Jika masih mau memperpanjang, harus dihargai hak-haknya itu. Tidak bisa langsung diambil (dicabut alokasi lahan) dan kemudian diberikan kepada pihak lain. Ini masalah hukum keperdataan,” kata Chaidar Rachmat.
Chaidar Rachmat sebagai Panglima Hulubalang berharap Menko Perekonomian sebagai Koordinator Dewan Kawasan meninjau apakah kebijakan yang dikeluarkan Wali Kota Ex Officio Kepala BP Batam sudah sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Proses peringatan pertama, kedua, ketiga, lalu kemudian ada negosiasi, lalu presentasi business plan, apakah sudah memberi prioritas kepada PT DTL sebagai pihak yang terbukti membangun Hotel Pura Jaya bernilai ratusan miliar rupiah.
Berjasa Pada Pendirian Provinsi Kepri
Lebih jauh Chaidar Rachmat menjelaskan, secara hukum adat, kasus ini telah melanggar hukum adat. Tetapi dia menyebut pelanggaran hukum adat belum tentu pelanggaran hukum positif (peraturan perundang-undangan tertulis). Sdr Megat Rury Afriansyah, katanya, telah berjasa di dalam menjunjung adat Melayu di Kepulauan Riau, apalagi dikaitkan dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau.
Sebagai Hulubalang LAM Kepri, Chaidar Rachmat mendukung Megat Rury Afriansyah berjuang mendapatkan hak-haknya. Dia juga mengingatkan LAM Kepri dan tokoh-tokoh politik serta pemerintahan di daerah hingga pemerintahan pusat agar memperhatikan masalah yang dialami PT DTL. Perjuangan itu bertujuan agar Megat Rury Afriansyah mendapatkan keadilan dan hak-haknya kembali.
”Saya sendiri yang ambil uang dari Pak Zulkarnain yang jumlahnya ratusan juta rupiah untuk mengumpulkan tokoh masyarakat, tokoh partai politik dari 48 partai, tujuannya untuk bertemu dengan DPR RI dan mendesak Mendagri serta pemerintah pusat agar menyetujui Undang-Undang Provinsi Kepulauan Riau. Kita tahu pemilik Hotel Pura Jaya Pak Zulkarnain adalah tokoh sentral yang meberikan dukungan besar sekali terhadap pendirian Provinsi Kepri itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan merobohkan hotel, mencabut alokasi lahan, berarti telah mengabaikan perjuangan dan sejarah Kepulauan Riau,” ujar Chaidar Rachmat.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Daerah Pemilihan Kepri, Ismeth Abdullah, menurut Chaidar Rachmat, tidak boleh tinggal diam tanpa ada upaya membantu permasalahan yang dihadapi Megat Rury Afriansyah. ”Beliau (Ismeth Abdullah) harus bersuara, apalagi dia telah duduk di DPD RI. Kita ingat dulu, di tahun 2004 Ismeth Abdullah diangkat menjadi care taker Gubernur Kepri. Jika bukan perjuangan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh politik yang dimotori almarhum Zulkarnain, yang akan menjabat care taker Gubernur Kepri adalah titipan pemerintah pusat. Itu harus diingat Pak Ismeth Abdullah, jangan diam saja,” tutur Chaidar.
Penolakan Ex Officio Kepala BP Batam
Di sisi lain, Said Andi Sidharta, menjelaskan dicabutnya alokasi lahan Hotel Pura Jaya murni tindakan Ex Officio Kepala BP Batam. Menurutnya, pada pertemuan menjelang maghrib Desember 2019 di ruangan Anggota Bidang III Sudirman Saad, pimpinan BP Batam itu mengatakan (disetujuinya atau tidak disetujuinya perpanjangan alokasi lahan) tergantung pada pimpinan BP Batam. ”Saya tergantung pada pimpinan BP Batam,” jelas Said Andi Sidharta. Kesaksian itu, katanya, dihadiri oleh Zukriansyah yang akrab dipanggil Megat JJ, Rury Afriansyah dan Rini putri almarhum Sani (mantan Gubernur Kepri).
Ketika Rury Afriansyah menemui Deputi III BP Batam yang saat itu dijabat Dwiyanto Winarto, sebelum dijabat Sudirman Saad, telah dilakukan perhitungan pembayaran Uang Wajib Tahunan (UWT) dan denda yang mesti dibayar pihak PT Dani Tasha Lestari (DTL) pemilik Hotel Pura Jaya. ”Pihak PT DTL telah siap membayar, bahkan telah menunjukkan dana di atas jumlah yang diperlukan,” ujarnya.
Ketika itu, Sudirman Saad berjanji kepada istri Almarhum Zulkarnain Kadir alias Raja Zubaidah agar lahan Hotel Pura Jaya tidak akan diberikan ke pihak lain. ”Ibu Raja Zubaidah dan staff-nya beberapa bulan sebelum menghadap Pak Sudirman Saad telah memasukkan permohonan perpanjangan alokasi lahan di kantor Pelayanan Satu Pintu di gedung Sumatera dan diberitahukan semua bagian disetujui, hanya di bagian lahan saja yang masih belum. Oleh karena itu Ibu Raja Zubaidah menghadap ke Sudirman Saad,” jelas Said Andi Sidharta.
Dengan lolosnya permohonan di semua bagian yang menentukan kebijakan di BP Batam, kecuali persetujuan lahan, kata Said Andi, itu berarti secara aturan dan hukum semua permohonan perpanjangan alokasi lahan telah lolos. ”Sekarang Humas BP Batam Ariastuty Sirait menyebarkan berita bahwa pencabutan alokasi lahan telah ”sesuai aturan.” Pertanyaannya, bagaimana dengan lolosnya semua urusan di semua bagian di BP Batam, kecuali bagian lahan di pelayanan Satu Pintu (Gedung Sumatera), mengingat proses tersebut merupakan sistem online,” jelas Said Andi Sidharta.
Redaksi