Memperingati HUT RI ke-80: ‘Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’ atau ‘Indonesia Maju, Rakyat Sejahtera’?

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, Dirgahayu RI ke-80.

Oleh: Ir. M. Nazar Machmud

PERINGATAN HUT RI ke 80 mengusung thema: “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Perhatian saya tertarik pada potongan thema: “Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa memakai tema: “Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Mengapa bukan mengusung tema: “Indonesia Maju, Rakyat Sejahtera?”

Sepintas terkesan tidak ada beda keduanya. Berbekal kepercayaan kepada Pemerintah yang masih tersisa sedikit, saya berpendapat bahwa ada kesan: “Serupa Tapi Tak Sama”, pada dua pernyataan tersebut.

Pernyataan pertama, membacanya: “Rakyat Sejahterakan (dulu) Indonesia (akan) maju.” Pernyayataan ini memberi kesan adanya hasrat untuk keluar dari kotak stereotip lama sambil berani melihat kemungkinan-kemungkinan baru dari luar kotak, outside of the box. Ada kesan, fokus prioritasnya adalah keseriusan untuk mensejahterakan rakyat, orang-seorang, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi 1945.
Kita cuma bisa berharap semoga memang benar demikian maksudnya. Aamiin.

Ir. Nazar Machmud.

Pernyataan kedua, mencerminkan keengganan untuk keluar dari stereotip lama yang ingin mempertahankan paradigma konvensional: “Indonesia Maju Rakyat (akan) Sejahtera”. Kesan yang timbul adalah memprioritaskan sebanyak-banyaknya investasi asing masuk ke Indonesia demi mengejar pencapaian target angka pertumbuhan ekonomi.

Secara singkat dapat dikatakan :

  • Pernyataan Pertama, berorientasi pendekatan mendahulukan kepentingan rakyat banyak.
  • Pernyataan Kedua, berorientasi pendekatan mendahulukan kepentingan nasional sebagai bangsa secara menyeluruh.

Secara teoritis dua pernyataan tersebut memberikan hasil yang sama jika dilakukan secara integral mencakup semua komponen penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Bukan berpikir partial yang hanya serius dan fokus pada satu komponen saja yakni berupaya memasukkan investasi asing sebanyak-banyaknya.

Pernyataan Kedua, Indonesia Maju Rakyat (akan) Sejahtera, dalam prakteknya mencerminkan wajah Sistem Ekonomi Kapitalis. Kebijakan pembangunan yang hanya fokus dan serius bergantung pada investasi asing dan utang luar negeri. Alih-alih menjalankan Konstitusi 1945 yang mengamanahkan untuk mensejahterakan masyarakat banyak, yang terjadi malah tindak kekerasan semena-mena dan intimidasi terhadap rakyat yang miskin dan lemah. Malah tega melakukan penggusuran dan perampasan ruang hidup rakyat tempatan. Belum lagi perusakan lingkungan hidup oleh pemilik kapital. Karenanya, solusinya bukanlah win-win solution sebab yang beradu adalah head to head antara pemilik kapital yang kuat segalanya termasuk mengerahkan preman dan dibantu pula oleh aparat berseragam resmi menghadapi warga masyarakat yang miskin dan lemah segalanya.

The strong will do what they can, the weak will suffer what they must”, ajaran fisuf Yunani Thucydides.
“Yang kuat akan berbuat apa yang dia mampu berbuat, dan yang lemah akan menderita”, terjemahan oleh Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto dalam Catatan Pengalaman: “Kepemimpinan Militer”.

Spirit yang diajarkan oleh filsuf Thucydides mengajak kita berpikir ulang untuk keluar dari stereotip lama, paradigma konvensional, dan berani melihat kemungkinan-kemungkinan yang baru : “Mimpi Besar untuk Mewujudkan Karya-karya Besar (selengkapnya dapat dibaca di buku saya, MORE THAN BATAM, halaman 166- 179, terbitan 2015).

Paradigma konvensional yang sudah berlangsung selama 52 tahun (1973 – 2025) belum terlambat untuk dikaji ulang. Stereotip lama dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dilakukan melalui liberalisasi ekonomi, swastanisasi, investasi asing, industrialisasi, dan pasar bebas. Industri menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak industri maka secara teoritis akan semakin banyak menyerap tenaga kerja dan berpotensi mengurangi pengangguran.

Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-80.

Teori itu bisa jadi benar bisa berlaku bagi negara-negara yang jumlah penduduknya hanya beberapa juta. Namun tidak berlaku bagi Indonesia yang jumlah penduduknya 285 juta serta tingginya pengangguran tidak kentara di desa-desa dan penduduk urban di kota-kota. Mirisnya lagi, ribuan pencari kerja di daerah-daerah lokasi industri, pencari kerja tempatan kalah bersaing dengan pencari kerja pendatang untuk mengisi lowongan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Pihak Industri mencantumkan sejumlah persyaratan yang dituntut oleh job descriptios, job requirements, dan job spesifications yang sulit dipenuhi oleh pencari kerja tempatan. Itu pun belum lagi memperhitungkan kemungkinan pihak industri memilih menggunakan robot cerdas di masa depan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin banyak melanda negeri.

Mereka yang gagal mengisi lowongan kerja yang terbatas itu kemudian akan semakin menumpuk menjadi bagian dari 68% penduduk Indonesia yang miskin menurut standar Bank Dunia terbaru (2024) yakni berpendapatan di bawah 55.000 rupiah/orang/hari.

Lantas bagaimana solusi untuk bisa mengurangi kemiskinan dan kemudian meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak khususnya masyarakat di luar Pulau Jawa ?

Sebelum sampai ke pilihan skenario solusi patutlah lebih dahulu memahami rumus sederhana menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) untuk mengejar target Angka Pertumbuhan Ekonomi.

PDB = C + I + G + (X – M)

dimana,

C = konsumsi rumah tangga
I= Investasi
G = Pengeluaran pemerintah
X = Ekspor
M = Impor

Apa dan bagaimana upaya agar masing-masing komponen tersebut berkontribusi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB)?

  1. Aspek Konsumsi Rumah Tangga.
    Konsumsi rumah tangga (= C), meningkat kalau daya beli masyarakat (Public Purchasing Power) meningkat. Untuk itu masyarakat harus punya kegiatan usaha minimal UMKM dan Koperasi yang dipemeokan oleh pencari kerja yang gagal : “Lebih baik sakit bekerja daripada sakit mencari kerja”.
  2. Aspek Investasi.
    Investasi (=I), dari luar memang sangat diperlukan baik untuk membangun infrastruktur mau pun usaha bisnis yang bisa menambah pendapatan daerah dan negara. Investasi yang sangat diharapkan adalah investasi yang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas produk unggulan lokal. Bagi Daerah-daerah, Investor yang ideal adalah investor yang tidak menolak persyaratan:
    • memprioritaskan tenaga kerja lokal.
    • bermitra dan membimbing UMKM setempat.
    • melakukan kegiatan usaha secara ramsh lingkungan.
    • terbuka untuk alih teknologi baik kepada pekerja maupun mitra.
  3. Aspek Pengeluaran Pemerintah.
    Pengeluaran pemerintah (= G, bukan hanya untuk menjamin berjalannya roda pemeritahan dengan baik tetapi juga ikut berperan aktif mendukung upaya-upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain pajak.
    Diperlukan Anggaran Modal untuk pengadaan tenaga listrik yang kontinyu dan air yang bersih bagi mendukung peningkatan produktivitas dan kontinyuitas produksi dunia usaha. Anggaran untuk menjamin kebersihan lingkungan dan kota merupaksan investasi untuk memajukan industri pariwisata. Mengingat besaran APBD yang terbatas maka kebijakan efisiensi dalam pengeluaran rutin pemerintahan mutlak diperlukan. Anggaran operasi juga sangat diperlukan untuk melatih dan membina UMKM dan tenaga kerja lokal agar keberadaan mereka, tanpa kerja, tidak membuat risih pihak investor lalu hengkang dari daerah yang bersangkutan.
  4. Aspek Ekspor.
    Daya Beli Masyarakat potensiel bakal meningkat jika produk yang dihasilkan mampu menembus pasar ekspor (= X), yang tidak hanya bergantung sekaligus diatur terutama oleh dominasi Singapura. Untuk itu membangun Hub Port Kontainer guna melayani kapal-kapal lintas samudra mutlak perlu diprogramkan dan diperjuangkan. Lebih-lebih lagi bagi Provinsi Kepulauan Riau yang secara geostrategis menjadi penghubung sekaligus pengawasan pelayaran dan perdagangan antara Selat Melaka dan Kawasan Pasifik.
  5. Aspek Impor
    Kebijakan impor (= M) di tingkat nasional sangat diharapkan tidak mematikan produktivitas bangsa sendiri. “Pangan Aman, Negara Aman”, merupakan salah satu kata kunci kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang patut didukung dan diamankan.

Harapan kita semua adalah juga cita-cita Konstitusi 1945 yang disusun oleh Founding Fathers. Cita-cita untuk mengisi kemerdekaan bangsa yang telah direbut dengan nyawa, darah dan air mata.

Cita-cita Konstitusi 1945 adalah tekad untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mecerdaskan kehidupan bangsa sehingga semakin bertambah banyak rakyat yang miskin dan lemah meningkat derajat dan asetnya ke tingkat kelas menengah.

Cita-cita Founding Fathers, Konstitusi 1945, dan segenap lapisan rakyat Indonesia yang berakal sehat adalah agar jangan hidup dan kehidupan mereka dicederai oleh Sistem Ekonomi Kapitalis yang jauh dari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala di bawah ‘UUD 2002’.
Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan bukanlah malah membuat hidup dan kehidupan rakyat banyak menjadi semakin sengsara, diintimidasi tidak berdaya, apalagi jika aset-aset mereka sempat dirampas pula untuk menutupi hutang negara.(*)

Jakarta, 1 Agustus 2025
Ir. M. Nazar Machmud adalah Angkatan 66 ITB dan Penasihat Badan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *