
Ir. Nazar Machmud.
* Tinjauan Perspektif Sistem Ekonomi Pancasila dan Otonomi Daerah
Oleh: Ir. Nazar Machmud.
MENINGKATKAN segera kesejahteraan masyarakat Kepri itulah tujuan pokok Deklarasi Musyawarah Masyarakat Kepri di Tanjung Pinang pada tanggal 15 Mei 1999.
Itulah alasan satu-satunya mengapa masyarakat Kepri rela bertahun-tahun bertungkus-lumus memperjuangkan pembentukan Provinsi Kepri yang harus berpisah dari Provinsi Riau.
Dalam periode perjuangan itu ada tokoh masyarakat yang bertanya kepada saya: “Siapa yang harus bertanggung jawab kalau ternyata nanti kehidipan masyarakat tetap tidak sejahtera sekali pun Provinsi Kepri telah terbentuk?
Bagi masyarakat awam keberhasilan membentuk Provinsi Kepri adalah jika: (1). daya beli masyarakat sudah meningkat dan (2). pembangunan telah merata di seluruh Kepri, bukan cuma di Batam.
Kilas balik persetujuan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau adalah salah satunya karena posisi geostrategis Kepri yang potensil untuk memajukan sektor pelayaran dan sektor perdagangan.
Salah satu tahap yang harus dilewati untuk mensejahterakan masyarakat Kepri adalah (1). menanamkan jiwa entrepreunership dan (2). meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pelaku UMKM.
Kepri secara prinsip tidak menolak investasi dari luar selama kehadiran para investor tersebut berkaitan dengan upaya untuk : (1). meningkatkan kuantitas dan kualitas produk UMKM serta (2). memanfaatkan potensi unggulan di setiap Kabupaten dan Kota.

Ternyata tahapan itu saja tidaklah cukup. Syarat paling penting adalah menanamkan jiwa entreuprenership bukan hanya kepada pelaku UMKM. Syarat yang paling penting adalah menanamkan jiwa entrepreunership ke jiwa para birokrat di jajaran Pemda Kepri termasuk para wakil rakyat di DPRD.
Sulit diharapkan Kepri akan maju mandiri dalam sektor perdagangan kalau para birokratnya masih berjiwa konsumtif .
Apalagi kalau masih menganut budaya kerja ingin mendapat hasil yang sebanyak-banyaknya secara mudah lewat upaya mendatangkan investor sebanyak-banyaknya.
Budaya kerja seperti inilah yang menjadi lahan subur bagi berkembang-biaknya Sistem Ekonomi Kapitalis.
Budaya kerja seperti itu pulalah juga yang menyuburkan budaya: (1). memanjakan investor kalau perlu dengan menghalalkan segala cara (seperti kasus Rempang), (2). suap yang sulit dicegah (jika ingin mendapatkan layanan yang mudah dan cepat), dan (3). membanggakan keberhasilan capaian prestasi kerja dalam bentuk angka-angka ( bukannya meningkatkan daya beli masyarakat orang-per orang).
Video ungkapan kekecewaan di suatu provinsi, dalam hal bertele-telenya untuk mengurus akte kematian antar provinsi saja, membuktikan miskinnya jiwa entrepreunership para birokratnya.
Wajarlah kalau kemudian Otonomi Daerah yang dituntut oleh Reformasi 1998 semakin menjurus ke Sistem Pemerintahan ‘Pseudo’ Desentralisasi.
Parahnya pula Sistem ‘Pseudo’ Desentralisasi itu dalam praktek sudah menjelma menjadi Sistem Pemerintahan Sentralistik.
Karenanya mudah dimengerti kalau ada pejabat daerah yang berucap: “Kita wajib mentaati kalau sudah menjadi ketetapan Pusat”.
Jakarta, 1 Juni 2025.
Ir. Nazar Machmud
(Penasihat Forum Komunikasi Masyarakat Kepulauan Riau-Jakarta Bandung/Penasihat Badan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau).