Pada Kesaksiannya di PTUN 2020 Ex Kepala BP Batam Sebut Pencabutan Lahan Purajaya Tindakan Ilegal

Batam, 5 Maret 2025

Dalam kesaksian di hadapan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Tanjungpinang di Kota Batam pada 8 Desember tahun 2020, Ex Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, menyebut pencabutan alokasi lahan PT Dani Tasha Lestari merupakan tindakan ilegal. Pasalnya, investor yang telah membangun usaha di atas lahan yang telah diperoleh memliki hak prioritas perpanjangan lokasi lahan untuk 20 tahun berikutnya.

Hal itu disampaikan Lukita Dinarsyah Tuwo dalam kesaksian di hadapan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Tanjungpinang tersebut, yang diunduh media ini pada Rabu, 5/3/2025.

Konfirmasi kesaksian yang telah diperoleh wartawan menyatakan beberapa pokok masalah, antara lain undang-undang penggunaan tanah dan prosedur pencabutan alokasi ahan.

”Saya mengetahui bahwa lahan yang 20 hektar dan 10 hektar saling mendukung satu sama lain, untuk keperluan investasi PT Dani Tasha Lestari. Semasa saya menjabat sebagai Kepala BP Batam pernah terjadi hal yang sama seperti ini, tetapi saya mengundang investor untuk memastikan apakah investor akan memperpanjang alokasi lahan yang diterimanya. Jika investor masih ingin memperpanjang, harus diprioritaskan, sesuai dengan undang-undang,” tutur Lukita sesuai dengan catatan PTUN Tanjungpinang, 8/12/2020.

Rury Afriansyah, Direktur PT DTL di hadapan Komisi VI DPR RI, Selasa, 4/2/2025.

Kasus yang diberikan sebagai contoh pada kesaksian Lukita, adalah tanah alokasi lahan PT Rarantira Batam seluas 1 hektar. Lahan itu dicabut alokasinya pada 11 November 2016 dan diumumkan pada harian Tribun Batam. Namun karena undang-undang pertanahan memberikan prioritas kepada pihak yang menanamkan investasi, meski pada saat itu belum ada bangunan, perpanjangan alokasi lahan tetap diberikan oleh BP Batam setahun setelah dicabut alokasinya.

Menurut Lukita, dalam suatu kesempatan terpisah, menyebut kedudukan undang-undang lebih tinggi dari pada Peraturan Kepala BP Batam yang dibuat untuk mengatur pengalokasian lahan di Pulau Batam. Itu sebabnya, menurutnya, sebelum mencabut lokasi lahan, BP Batam harus lebih dahulu mengumumkan lewat media masa selama 3 kali atau di 3 media, kemudian pihak investor diundang ke BP Batam sebanyak 3 kali undangan, dan jika tidak hadir, barulah dibahas dalam 3 kali rapat di BP Batam sebelum dicabut.

Sementara apa yang terjadi pada PT DTL, perusahaan belum pernah dipanggil sebanyak tiga kali, di mana perusahaan tidak hadir, atau jika hadir telah menyampaikan keputusan untuk mengakhiri. ”Dalam kesaksiannya, tidak ada keputusan perusahaan (PT DTL) untuk tidak memperpanjang alokasi lahan, dan bahkan belum ada rapat pengakhiran alokasi di internal BP Batam,” kata satu sumber di BP Batam.

Lukita, saat bersaksi di PTUN mengakui mengetahui PT Dani Tasha Lestari dari list laporan Deputi BP Batam bagian lahan bahwa PT Dani Tasha Lestari sudah memenuhi persyaratan. Maka BP Batam melakukan jejak digitalisasi lahan tersebut dan Deputi melakukan Sosialisasi kepada pihak yang diberi alokasi lahan termasuk PT Dani Tasha Lestari yaitu Pura Jaya Resort. Perusahaan itu sudah membangun dan sudah ada karyawan yang bekerja dan itu sudah memenuhi persyaratan. tidak ada keluhan pada saat itu terkait masalah persyaratan belum dipenuhi, semasa jangka waktu yang sudah habis.

Lukita mengetahui mengenai surat pemanggilan tersebut, tidak disampaikan kepada Saksi bahkan tembusan surat panggilan dan SP2 dan SP3 juga tidak ditembuskan kepada Kepala BP Batam, karena belum dilakukan evaluasi terhadap laporan pada saat itu, karena posisi di saat itu ada rencana akan digabungkannya antara Kepala BP Batam dan Walikota Batam. Dia juga menjelaskan tidak mengetahui bahwa ada dilakukan pembangunan di lahan tersebut, tetapi secara gambar dilihat dari google itu merupakan satu-satunya akses menuju ke lahan yang 10 hektar.

Kesimpulan kesaksian Lukita, pengusahaan lahan PT DTL di Nongsa, Batam, seluas 30 hektar, tidak memenuhi syarat untuk diakhiri alokasinya. Kuat dugaan pengakhiran alokasi lahan 10 hektar dan 20 hektar tidak berdasar, sehingga BP Batam tidak menerbtkan Surat Keputusan Kepala BP Batam (SKEP) untuk 10 hektar.

Konsorsium Pengusaha

Sementara itu para investor dan pengusaha Batam korban mafia lahan akan membentuk konsorsium untuk melawan dan membersihkan Batam dari praktik mafia lahan dan monopoli usaha yang menghambat dan merusak iklim investasi di Batam. ”Dalam waktu dekat ini kita akan segera membentuk konsorsium para investor lokal, nasional untuk melawan praktik mafia lahan dan monopoli usaha di Batam,” kata Direktur Utama PT Dani Tasha Lestari Megat Rury Afriansyah, saat dihubungi Rabu, 5 Maret 2025.

Pemilik Hotel Purajaya, Batam ini mengatakan, pembentukan ini sebagai respon nyata dari para pengusaha atas praktik mafia tanah, dan membantu mendorong Panja DPR mempercepat investigasi dan penyelesaian tata kelola di Batam. ”Sudah ada sekitar 9 investor dan pengusaha yang mengadukan persoalan mafia tanah dan pengelolaan lahan mereka ke Panja DPR. Ini menujukan Batam dalam masalah besar yang harus segera diselesaikan,” tandasnya.

Di waktu terpisah, Chief Operating Officer (COO) atau Direktur Operasional PT Synergy Tharada (ST), Hidayat Suryo Prabowo, menyebut akan mendukung pembentukan konsorsium investor dan pengusaha korban mafia tanah dan pengelolaan lahan di Batam. ”Sebaiknya memang para pengusaha di Batam baik lokal dan nasional membentuk semacam konsorsium untuk melawan praktik mafia tanah dan monopoli usaha,” kata Hidayat Suryo Prabowo.

PT Synergy Tharada sendiri, lanjut Hidayat, adalah korban dari tata kelola Batam yang menyimpang. Sebagai perusahaan yang membangun dan pengelola Pelabuhan Batam Center dari nol, justru mendapat perlakuan tidak adil dalam proses pengambil alihan Pelabuhan Batam Center. PT Synergy Tharada merupakan pengelola Pelabuhan Batam Center yang mengadukan persoalan mafia tanah ke Komisi VI DPR melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tiga pekan lalu.

Redaksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *