* Ancam Turunkan Nelayan se-Kepri Adang Kegiatan PSN Tidak Ramah Lingkungan
Batam, 28 Februari 2025.
Nelayan di Tanjung Banon, Pulau Rempang, memprotes genangan lumpur yang mengancam menutupi rumah dan pekarangan serta hutan bakau (mangrove) di pantai. Akibatnya, warga mengajak ribuan rekan nelayan se-Provinsi Kepulauan Riau memprotes pembangunan perumahan di kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu.
”Kami akan memperjuangkan kepentingan nelayan Rempang, khususnya di Tanjung Banon, yang menjadi korban pembangunan perumahan PSN yang tidak mempertimbangkan lingkungan. Kemarahan rekan-rekan nelayan sudah memuncak karena rumah dan hutan bakau rusak akibat tertimbun lumpur yang digali oleh kontraktor yang membangun Perumahan Tanjung Banon,” kata Riki Hermanto, nelayan di Rempang, kepada wartawan, Jumat, 28/2/2025.
Rencana aksi para nelayan, kata Riki, telah dibahas dalam beberapa kali pertemuan para nelayan di Rempang. Mereka memprotes genangan lumpur yang terlihat sengaja dibiarkan menjorok dan menutupi rumah warga serta merusak mangrove di sepanjang pantai Tanjung Banon, Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam. Fakta itu, menurut para nelayan, sangat mengecewakan serta membuktikan proyek dengan sebutan yang disematkan sebagai Eco City ternyata bohong.

”Istilah yang disematkan pada proyek PSN di Rempang, yakni Rempang Eco City, sangat bertolak-belakang dengan fakta yang ada. Proyek tersebut merusak lingkungan dan tidak menghiraukan lingkungan. Kami mencurigai proyek perumahan yang sedang berlangsung tidak memiliki AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Mohon pemerintah mengevaluasi proyek Tanjung Banon,” ucap Riki Hermanto.
Rencana akuisisi sejumlah lahan di Rempang yang dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG), BP Batam dan masyarakat setempat (tempatan) ternyata tidak hanya menimbulkan persoalan sosial horizontal, tetapi juga persoalan lingkungan. Masalah lingkungan telah menampakkan dampaknya saat ini. Bermula dengan penyiapan lahan relokasi untuk warga di Tanjung Banon yang tidak disiapkan dengan baik.
Sesuai dengan rencana teknis pemotongan tanah dan penimbunan (cut and fill), kini mengakibatkan terjadinya penggerusan (run off) air hujan yang membawa material-nya berupa luur dan tanah liat ke hilir. Aibatnya terjadi sedimentasi di lokasi yang lebih rendah di hilirnya, yakni perumahan warga dan pantai tempat mereka mencari ikan, kepiting, udang dan sebagainya untuk mempertahankan kebutuhan hidup mereka.

Persoalan Serius Tentang Perusakan Lingkungan
Azhari Hamid, Ketua DPP Masyarakat Peduli Laut dan Lingkungan Hidup Indonesia (MAPELL Indonesia) menjelaskan, sedimentasi yang menutupi beberapa alur sungai alami telah membuat lokasi beberapa tempat para nelayan mencari kehidupan menjadi rusak karena tertimbun material yang dibawa dari lokasi tapak perumahan relokasi di Tanjung Banon.
Persoalan ini juga telah disampaikan oleh Rizal, Pangaribuan, serta Riki Hermanto dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kecamatan Galang. Mereka meradang (berteriak dengan memprotes) untuk meminta kepada pihak-pihak terkait menyelesaikan permasalahan dengan baik demi kebaikan warga setempat. Melihat perkembangan dari dampak yang terjadi, Azhari Hamid juga merasa terusik untuk menyikapi mekanisme kajian kelayakan lingkungan dan dokumen lingkungan dalam proses pembangunan perumahan untuk relokasi Tanjung Banon.
Dalam catatan MAPELL lahan yang dipersiapkan untuk perumahan tersebut seluas 93 ha lebih untuk pembangunan 900-an unit satuan huni. Dari sisi luasan seharus ada dokumen AMDAL yang meng-cover dan mengkaji dampak lingkungan yang bisa terjadi dari pembukaan lahan seluas itu. ”Kami menilai Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak melakukan kewajiban-nya untuk melakukan pembukaan lahan dalam proyek pendirian perumahan tersebut,” tegas Azhari Hamid.

”Patut kita pertanyakan kewajiban BP Batam tersebut sebagai regulator apakah sudah melakukan kewajiban nya untuk menyiapkan kajian lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan yang mereka lakukan. Sebagai bagian dari Pemerintah BP Batam sebaiknya menjadi contoh pelaku kegiatan yang taat aturan. Bukan berbuat semena-mena dengan kuasa yang mereka miliki sebagai regulator,” ujar Azahari.
DPP MAPELL, katanya, akan membuat aduan kepada Komisi VII DPR RI sebagai tindak lanjut arahan Wakil Ketua Komisi VI yang meminta jika ada permasalahan yang terjadi di Batam dan berkaitan dengan kewenangan BP Batam untuk membuat laporan. ”Secepatnya DPP MAPELL akan buat laporan dan meminta kepada masyarakat juga berani speak up dan jangan takut menyampaikan aspirasi nya kepada MAPELL disegala tingkatan kepengurusan di wilayah NKRI,” katanya.
Dampak lingkungan yang diterima oleh masyarakat di sekitar lokasi pembangunan rumah relokasi BP Batam membuktikan bahwa tidak ada langkah langkah pihak pemerintah dalam mengayomi warganya. ”Kami curiga dan mengkhawatirkan apakah hal ini disengaja untuk memberikan rasa cemas dan mengintimidasi masyarakat dalam rangka pengambilan alihan lahan masyarakat secara sistematis. MAPELL mengajak HNSI dan organ organ lain yang ada di Batam dan Rempang tetap mengawal rencana investasi berkedok Rempang Eco City yang tidak ramah lingkungan,” pungkasnya.
Untuk kepentingan konfirmasi masalah pembangunan perumahan Tanjung Banon, media ini telah berupaya meminta konfirmasi dari Humas BP Batam, namun hingga berita ini dirilis, redaksi belum mendapatkan respon, baik dari BP Batam maupun dari PT MEG.
Redaksi.