Pekanbaru, 21 Februari 2025
Anggota Komisi III DPR RI, Rizki Faisal, mendesak Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau tindak tegas anggota Polsek Bukit Raya yang abai teradap penanganan kasus pengeroyokan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pekanbaru. Desakan itu disampaikan menyusul viralnya video penganiayaan korban di sejumlah akun sosial media dalam beberapa hari terakhir.
”Saya meminta Kapolda Riau segera turun memeriksa bawahannya di Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, mengapa bisa seorang tersangka pengeroyokan yang telah dikenakan status tahanan tetapi berkeliaran di luar, bahkan dengan bebas bisa ke luar kota. Penanganan yang diskriminatif dapat menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat dan menimbulkan ketidak-pastian hukum,” kata Rizki Faisal kepada wartawan, Kamis, 20/2/2025.
Pernyataan Rizki Faisal disampaikan setelah adanya video di Istagram milik Jhon LBF yang beredar dan viral. Terlihat korban, Ade, menunjukkan bukti- bukti berupa Surat Penangkapan dari Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, serta Surat Penetapan Tersangka atas nama Ahmad Fauzi. Korban Ade menduga petugas di Polsek Bukit Raya, tidak serius menangani perkara penganiayaan yang menimpa dirinya.
Sejumlah kejanggalan terlihat dari video, antara lain pelaku pengeroyokan tidak dikenakan status tahanan, tetapi dalam bentuk tahanan kota. Meski pelaku Ahmad Fauzi dikenakan tahanan kota, namu faktanya dia bebas ke luar kota Pekanbaru.

Aparat Polsek Bukit Raya telah menetapkan pelaku melanggar pasal 170 KUHP junto 351 tentang pengeroyokan. Seharusnya pelaku ditahan, tetapi dalam video yang diposting di akun Istagram Jhon BF itu, pelaku pengeroyokan pergi plesiran ke luar kota.
”Saya meminta agar Kapolda Riau turun tangan terkait kasus ini, Kasus pengeroyokan terhadap saya mandek sejak bulan September 2024 hingga Februari 2025 ini. Saya merasakan ada kejanggalan dalam penangangan kasus yang saya laporkan, karena tersangka tidak ditahan dan kasusnya tidak dilimpahkan ke Kejaksaan. Padahal sudah lebih dari lima bulan sejak penetapan tersangka diterbitkan.” ucap Ade.
Kronologi Kejadian Pengeroyokan
Peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada Jumat, 6 September 2024, pukul 22.45 WIB, Ade bersama rekannya Hendri mendatangi Ahmad Fauzi di salah satu ‘CafeĢ Bonde’ Jalan Pahlawan Kerja Marpoyan. Ade datang ke tempat itu karena diminta oleh pelaku. Ketika sampai di lokasi, Ahmad Fauzi langsung menyerang Ade dengan menggunakan kursi, dan disusul teman-teman pelaku dari berbagai arah.
Hendri yang mendamingi Ade mencoba membantu. Namun Hendri juga menjadi sasaran penyerangan Ahmad Fauzi dan kelompoknya. Pengeroyokan itu akhirnya terhenti setelah ada seseorang di sekitar kejadian yang melerai dan menghentikan pengeroyokan. Setelah peristiwa penyerangan, Ade bersama Hendri menuju Rumah Sakit (RS) Bayangkara untuk keperluan visum.
Kemudia keduanya melaporkan pengeroyokan itu ke pihak Polsek Bukit Raya pada 7 September 2024. Stelah laporan diterima oleh Polsek Bukit Raya dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi korban, Polisi juga memeriksa 2 saksi pengeroyokan. Petugas Polsek kemdian menangkap Ahmad Fauzi di rumahnya pada Senin, 10 Oktober 2024.

Sejak penangkapan hingga berita ini dirilis, belum ada penahanan kepada tersangka, selain tahanan kota yang tidak dipatuhi. Faktanya tersangka dikenakan tahanan kota, tetapi melakukan beberapa kegiatan pergi ke luar kota dan bahkan luar provinsi.
”Saya telah berkali-kali meminta aparat di Polsek Bukit Raya agar hukum ditegakkan tanpa diskriminasi. Tetapi hingga sekarang tidak ada kejelasan. Dimana proses penyidikan masih tertahan dan belum ada progres yang berlanjut ke penuntut umum atau Kejaksaan. Keterangan dari pihak polsek menjelaskan kewenangan penahanan tersangka ada pada pihak Kejaksaan karena berkas akan dilimpahkan ke Kejaksaan,” jelas Ade.
Kejanggalan Dalam Penanganan Kasus
Dalam kasus yang menimpa Ade, seorang ASN di Pekanbaru, antara lain:
Tidak dilakukannya penahanan
- Tersangka Ahmad Fauzi diduga melakukan pengeroyokan yang merupakan tindak pidana kekerasan terhadap orang lain (Pasal 170 KUHP).
- Meskipun ada jaminan dari orang tuanya yang seorang ASN, dalam hukum pidana, jaminan tidak otomatis membebaskan seseorang dari penahanan jika perbuatannya memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk ditahan.
- Penahanan bisa dilakukan jika dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya (Pasal 21 KUHAP).
- Jika tersangka masih bebas berkeliaran bahkan bepergian ke luar kota/provinsi, ini menunjukkan kelalaian atau penyalahgunaan wewenang dalam penerapan tahanan rumah/tahanan kota.
Tidak Adanya Kejelasan dalam Proses Penyidikan
- Korban telah melapor dan memberikan bukti, termasuk hasil visum dan saksi, tetapi penyidikan berjalan lambat dan belum ada pelimpahan ke kejaksaan.
- Penyidikan yang berlarut-larut tanpa alasan yang jelas bisa menjadi indikasi adanya obstruction of justice atau intervensi pihak tertentu.
Tidak Ada Transparansi dari Pihak Kepolisian
- Jika benar tersangka masih bebas berkeliaran meskipun dalam status tahanan rumah/kota, pihak kepolisian seharusnya melakukan pengawasan yang ketat.
- Pihak kepolisian harus transparan dalam menjelaskan alasan hukum mengapa tersangka tidak ditahan dan bagaimana pengawasannya dilakukan.
Perbedaan Perlakuan Hukum
- Jika tersangka memang memiliki koneksi dengan pejabat atau aparat tertentu, ada potensi diskriminasi hukum atau abuse of power yang menguntungkan tersangka.
- Seharusnya, hukum berlaku sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian berdasarkan latar belakang keluarga atau jabatan orang tua tersangka.
Redaksi.