Pencabutan Lahan 10 Hektar Tidak Sah Namun Bangunan Telah Dirobohkan

* Niat Kepala BP Batam Mencabut Lahan Pura Jaya Melalui Terbitnya Perka Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan

Oleh: Tim Redaksi Nusa Viral.

Batam, 25 Desember 2024.

Mens rea pimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam (Wali Kota Batam Ex Offico Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam) untuk mencabut lahan milik PT Dani Tasha Lestari (DTL) terbaca dengan adanya dua perubahan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam nomor 3 dan 18 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan. Meski demikian, satu hal yang paling pokok dalam pencabutan itu, yakni Surat Keputusan Kepala BP Batam, belum diterima oleh PT DTL sehingga pencabutan itu tidak sah, padahal bangunan telah dirobohkan dan rata dengan tanah.

Ahli hukum Sunarto, dalam bukunya berjudul Asas Legalitas Dalam Penegakan Hukum Menuju Terwujudnya Keadilan Substantif (2016), menjelaskan secara ideal, terhadap suatu peraturan hukum yang sudah disahkan/ditetapkan, oleh lembaga negara yang berwenang untuk membuatnya, harus segera benar-benar dilaksanakan upaya penegakan hukum terhadap peraturan dimaksud, hal demikian ditunjukkan guna peraturan tersebut benar-benar dapat berlaku secara efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat.(Sunarto, 2016)

Namun, faktanya dalam kasus pencabutan alokasi lahan PT DTL yang dilakukan oleh BP Batam, pelaksanaan dari penegakan peraturan hukum sebagaimana dimaksud, tidak konsisten dan pada akhirnya tidak memberikan akses terhadap jaminan atas kepastian hukum dalam masyarakat. Anehnya, disharmonisasi tersebut bukan terjadi di lembaga atau tingkat yang berbeda, tetapi terjadi dalam lembaga yang sama, yakni Kepala BP Batam. Muhammad Rudi terlihat, setelah menjabat sebagai Ex Officio Kepala BP Batam pada 27 September 2019, buru-buru menerbitkan dua Perka BP Batam tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan.

Kondisi Hotel Pura Jaya saat hendak dirobohkan.

Perka pertama tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan diterbitkan pada 29 Januari 2020, yakni hanya 124 hari sejak menempati jabatan Kepala BP Batam. Kemudian 240 hari kemudian Perka yang dirasa kurang kuat untuk ‘menghabisi’ penerima alokasi lahan yang akan dicabut, kemudian diperbaharui dengan Perka Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Pengelolaan Lahan. Mengapa peraturan yang sama itu disebut terjadi disharmoni, berikut penjelasannya.

Prosedur Pengakhiran Alokasi Lahan Kabur

Dalam Perka nomor 27 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pengalokasian Lahan yang ditandatangani oleh Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, pada pasal 46 dijelaskan:
Pasal 46 Alokasi lahan, dapat dibatalkan oleh BP Batam, jika penerima aloasi lahan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban pengguna lahan dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam dalam pasal 38 dan pasal 39.

Pasal 38 menjelaskan (1) Setiap Pengguna Lahan harus memenuhi kewajiban sebagai berikut: a. Memelihara tanda-tanda batas Lahan yang digunakan; b. Menggunakan Bidang Tanah secara optimal dan melaksanakan pembangunan di atas Lahan sebagaimana ditentukan dalam PPL sesuai dengan peruntukan penggunaan Lahan; (2) Apabila Lahan dalam sengketa di badan peradilan maka Pengguna Lahan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Badan Pengusahaan Batam.

Pengakhiran alokasi lahan 10 hektar tidak dengan SKEP, tetapi hanya dengan surat.

Pasal 39 menjelaskan larangan, yakni (1) Pengguna Lahan tidak dapat mengalihkan, menjual, menukar, menghibahkan, membebani dengan hak tanggungan, memasukkan lahan sebagai penyertaan modal dalam perusahaan (inbreng), dan/atau perbuatan pemindahan hak lainnya, dengan alasan dan cara apapun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Badan Pengusahaan Batam. (2) Pengguna Lahan dilarang mengubah, menutup atau menimbun sungai, danau dan/atau saluran air tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Badan Pengusahaan Batam.

Butir berikutnya (3) Pengguna Lahan dilarang mengambil, menggali/menambang, atau memperoleh manfaat dari batuan, mineral bukan logam, dan/atau bahan galian C tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Badan Pengusahaan Batam. (4) Pengguna Lahan dilarang mengambil, menggali, memindahkan atau memperoleh manfaat dari jaringan/ kabel/ pipa infrastruktur umum tanpa persetujuan tertulis tenlebih dahulu dari Badan Pengusahaan Batam.

Tetapi dalam Perka Kepala BP Batam pengganti Perka 27 Tahun 2017, pengakhiran alokasi lahan atau pencabutan alokasi lahan dinilai sangat kabur dalam istilah hukumnya obscuur libel. Benar, bahwa dasar-dasar pengakhiran tertera dalam pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), yakni:

Pasal 38 Pengalokasian lahan berakhir karena: (1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam dokumen alokasi lahan, perpanjangannya dan pembaharuan alokasinya; (2) Tidak melakukan perpanjangan dan/atau pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35; (3) Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir, karena: a. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam SPPL; b. Tidak dilaksanakannya realisasi dan pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada pasal 26; c. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau d. Putusan pengadilan yang telah mmempunyai kekuatan hukum tetap.

Pada butir selanjutnya disebut (4) Dilepaskan secara sukarela oleh Pengguna Lahan sebelum jangka waktu berakhir; (5) Tanahnya musnah; dan/atau (6) Terjadinya ketentuan sebagaimana dimaksud alam pasal 6 ayat (3). Pada Perka perubahan selanjutnya, yakni Perka nomor 18 tahun 2020, tidak menjelaskan teknis pengakhiran alokasi lahan. Sementara, sebanyak 5 syarat yang diuraikan dalam pasal 38 tersebut harus terpenuhi seluruhnya, karena syarat itu tertuang dalam satu pasal dan tidak boleh diartikan terpisah-pisah. Jika satu butir terpenuhi, tetapi butir lain tidak terpenuhi, maka pasal pengalokasian lahan berakhir belum dapat dilaksanakan.

Dalam waktu 15 hari dialihkan ke PT Pasifik Estatindo Perkasa.

Namun melihat kasus PT Dani Tasha Lestari, syarat yang terpenuhi sesuai pasal tersebut hanya butir butir (1) dari 5 butir syarat pengakhiran alokasi lahan. Pada butir (1) disebut berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam dokumen alokasi lahan, perpanjangannya dan pembaharuan alokasinya. Sehingga dasar keputusan dari pengakhiran itu sangat lemah karena empat butir selanjutnya tidak terpenuhi dalam syarat-syarat pembatalan alokasi lahan itu. Itu sebabnya dalam kasus seperti di atas, seharusnya BP Batam memanggil penerima alokasi lahan untuk membahas apakah diperpanjang atau tidak.

Dalam UU Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) pasal 53 dijelaskan: butir (2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut; c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

Jika empat syarat tidak terpenuhi, tetapi hanya 1 syarat yang terpenuhi, menunjukkan keputusan mencabut alokasi lahan milik PT DTL pada lahan tempat berdirinya bangunan Hotel Pura Jaya tergolong pada klasifikasi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dan dari ‘pemaksaan’ Kepala BP Batam Muhammad Rudi mencabut lahan 10 hektar tempat berdirinya bangunan hotel Pura Jaya telah memenuhi unsur mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 53 UU nomor 5 tahun 1986, yakni telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut. Tujuan lain itu dapat ditelusuri kemudian dari fakta-fakta yang ada.

(Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *