Karyawan Hotel Pura Jaya Heran Polisi Prioritaskan Pengaduan Pelaku Pidana?

Batam, 15 Desember 2024

Karyawan PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Pura Jaya, Nongsa, yang gedungnya dirobohkan oleh PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), heran menghadapi fakta hukum terkait Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau lebih memprioritaskan pengaduan balik PT PEP selaku pelaku perobohan gedung yang masuk ranah tindak pidana. Karyawan Pura Jaya mengaku hanya berniat menyelamatkan sebagian kecil barang milik perusahaan yang dinilai penting.

”Setelah gedung dirobohkan, beberapa barang milik perusahaan yang dinilai masih dapat diselamatkan, kemudian kami ambil atas perintah perusahaan. Kami memasuki lokasi hotel (yang telah dirobohkan dan telah dikuasai oleh PT PEP) atas izin dari Ditpam BP Batam untuk mengambil sebagian barang berupa besi yang dapat kami selamatkan. Barang itu berada di luar hotel yang dirobohkan, di mana tindak pidananya,” kata karyawan PT DTL, Abdul Kamil, kepada wartawan di Batam, Minggu, 15/12/2024.

Abdul Kamil diperiksa penyidik Polda Kepri, Kamis, 12/12/2024, terkait pengaduan Direktur PT PEP Jenni, yang tinggal di Jl Gatot Subroto Tanjungpinang. Pengaduan Jenni dilayangkan menyusul pengaduan tindak pidana yang dilayangkan PT DTL atas perobohan gedung Hotel Pura Jaya senilai Rp400 miliar tanpa adanya tindakan hukum pengadilan sebagai juru sita. ”Perusahaan di mana saya bekerja (PT DTL) menugaskan saya untuk mengambil barang tersebut (berupa besi bekas bangunan tambahan di gedung hotel), salahnya di mana,” ucap Abdul Kamil.

Abdul Kamil bekerja di PT DTL, tepatnya di Hotel Pura Jaya sejak 1992, sempat berhenti beberapa tahun, kemudian pada 1999 dia masuk lagi bekerja di Hotel Pura Jaya hingga berhenti beroperasi pada masa Covid-19, hingga kemudian dirobohkan pada Rabu, 21 Juni 2023. Kamil yang bekerja di Bagian Accounting, dan kemudian menjabat sebagai Operational Manager, merasa heran mengapa polisi lebih memprioritaskan laporan PT PEP yang telah terbukti merobohkan bagunan hotel tanpa adanya keputusan eksekusi dari Panitera Pengadilan Negeri Batam.

Sebelumnya dieritakan Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, telah dieksekusi atau dirobohkan hingga rata dengan tanah ada Rabu, 21/6/2023. Pelaksana eksekusi PT Lamro Martua Sejati (LMS) atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP). Eksekusi dikawal penuh oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama Tim Terpadu dari Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja Kota Batam, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, TNI dan Kepolisian. Meski beberapa kali Muhammad Rudi menyangkal dirinya memerintahkan perobohan, namun kehadiran Tim Terpadu membuktikan aksi itu didukung penuh Kepala BP Batam Muhammad Rudi.

Surat Perintah Kerja (SPK) nomor PEP-002/VI.2023, ditandatangani oleh Direktur PT PEP Jenni. Wanita itu memerintahkan Robert Sitorus sebagai Direktur PT LMS untuk mengosongkan seluruh gedung Hotel Purajaya Resort milik PT Dhani Tasha Lestari (DTL), dan membongkar bangunan milik PT DTL itu hingga rata (dengan tanah). Pekerjaan itu dilaksanakan oleh kontraktor sejak Rabu, 21/6/2023 hingga tuntas dalam jangka 120 hari. Dalam aksi pengosongan dan perobohan itu, pihak DTL telah melayangkan protes, namun PT PEP yang mengaku telah mengantong izin dari BP Batam tidak memberi kesempatan kepada PT DTL menyelamatkan sebagian dari hartanya.

Di tengah sekitar 100 aparat dari Tim Terpadu menjaga aksi pembongkaran Hotel Pura Jaya, Robert Sitorus mengaku dirinya hanya melaksanakan tugas. ”Kami hanya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan SPK (Surat Perintah Kerja), dengan perintah mengosongkan seluruh bangunan dan menyimpan seluruh perabotan ke tempat yang telah disediakan (petikemas yang ditempatkan di halaman depan hotel). serta membongkar gedung hingga rata. Masalah hukum kami tidak mengerti,” kata Robert Sitorus, di hadapan para petugas dan wartawan yang menyaksikan eksekusi pembongkaran Gedung.

Sejumlah tokoh Melayu mendukung PT DTL menuntut haknya melalui proses hukum, termasuk Mantan Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Dampak dari pengamanan itu, 5 bulan kemudian, yakni pada 19 Oktober 2023, Kamil dan rekan-rekannya, antara lain Said Andy Shidarta, dituding mencuri barang dari lokasi lahan, yang sebenarnya adalah barang milik PT DTL yang belum ada serah-terima dari perusahaan itu kepada perusahaan penerima alokasi lahan berikutnya, yakni PT PEP. Setelah dirobohkan, pada akhir 2023 PT DTL mengajukan pengaduan tindak pidana perobohan bangunan, dan baru kemudian diproses oleh penyidik Polda Kepri pada September 2024. Tetapi, hingga sekarang penyidik tidak kunjung menetapkan status pelaku Utama sebagai tersangka, yakni Direktur PT PEP, Jenni.

Di saat terjadinya perobohan Gedung hotel, menurut Kamil, pihaknya bersama beberapa rekannya dari PT DTL berada di lokasi. Mereka antara lain, Said Andy Shidarta, John, dan Rasyid. Beberapa rekannya telah diperiksa oleh penyidik Polda Kepri. Mereka mengaku heran dengan kesigapan Polda Kepri menanggapi laporan PT PEP, sementara laporan dari pihak Pura Jaya yang menjadi korban perobohan bangunan senilai Rp400 miliar, malah hingga sekarang belum diketahui hasilnya.

”Kami ada di sana (lokasi Hotel Pura Jaya) saat terjadi perobohan. berupaya menghentikan, tetapi tidak digubris, tetap dilaksanakan juga. Makanya, setelah beberapa lama kemudian, kami berusaha mengambil sebagian kecil barang dari lokasi, ada persetujuan yang menjaga, dan armada truk yang mengangkat pun, masuk dengan surat jalan, dan bersama pihak pengangkut ada 10 pekerja, dan saat itu tidak dipersoalkan. Tetapi kemudian setelah pengaduan tindak pidana dari PT DTL menjadi viral, kami malah dilaporkan oleh PT PEP. Ada apa ini,” jelas Abdul Kamil.

Anehnya, tuduhan yang sama juga diarahkan kepada Direktur PT DTL Rury Afriansyah, pemilik dan pengelola Hotel Pura Jaya yang telah dirobohkan oleh pelapor. Direktur PT DTL dituding memasuki lokasi hotel miliknya pada 18 dan 19 Juni 2023, yakni dua hari sebelum hotel dirobohkan oleh PT PEP. Pasal yang dikenakan 385 KUHP dan atau pasal 167 KUHP. Jika kepada Abdul Kamil dan Said Andy Shidarta dituduhkan pasal merusak dan tindakan pencurian, kepada Rury Afriansyah dituduhkan pasal menjual atau membebani atau menggadaikan barang yang bukan miliknya.

Tuduhan lain yang masih diuji oleh penyidik adalah masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me-lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum. Dari laporan yang disampaikan Jenni sebagai Direktur PT PEP, diketahui bahwa perusahaan baru penerima alokasi lahan yang super cepat, yakni hanya butuh 15 hari dari permohonan hingga Surat Keputusan Kepala BP Batam tentang pengalokasian lahan, merasa lokasi itu telah menjadi miliknya.

”Apakah, jika telah menerima alokasi lahan, maka seluruh barang, bangunan dan segala macam, menjadi milik penerima alokasi dan sah untuk dirobohkan, dan dari laporan ini terlihat dia (PT PEP) merasa sah sebagai pemilik, dan saya menjadi bukan pemilik atas hotel saya sendiri. Bagaimana penyidik bisa merangkai masalah ini, membalikkan tuduhan sehingga saya yang dinilai memasuki bangunan dan tumpukan aset saya sendiri, dinilai tindakan illegal,” ujar Rury Afriansyah.

Redaksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *