Stop Kriminalisasi, Sebanyak 68 Pengusaha Mengaku Dirugikan Akibat Pencabutan Alokasi Tanah

* Pengusaha Korban Pencabutan Alokasi Lahan Bentuk Posko Bantuan Hukum

Batam, 6 Desember 2024

Laporan tindak kriminal yang diadukan PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) terhadap pemilik dan karyawan PT Dani Tasha Lestari (DTL) dinilai bagian dari kriminalisasi terhadap pengusaha untuk menutupi aktivitas mafia lahan yang bercokol di Badan Pengusahaan (BP) Batam. Sebanyak 68 pengusaha mengeluh dan dirugikan akibat pencabutan alokasi lahan sepihak.

”Berhentilah mengambil lahan-lahan kami yang sedang dikelola untuk pertumbuhan ekonomi, dan jangan suka mencabut lahan untuk diberikan kepada pejabat-pejabat di pemerintahan pusat dengan tujuan mengambil hati pejabat agar menjadi back up (pelindung) dan bebas dari hukuman akibat perbuatan pejabat di BP Batam,” kata salah seorang pengusaha dari 68 pengusaha yang alokasi tanahnya dicabut oleh BP Batam, Jumat, 6/12/2024.

Fakta yang menyebut 68 pengusaha yang lahannya dicabut mulai terkuak, menyusul dibentuknya Posko Bantuan Hukum Korban Mafia Lahan (PBH Komala). Dari data awal yang diterima Posko, setidaknya 68 pengusaha mengalami kerugian dan mengeluh akibat alokasi lahan yang masih digunakan pengusaha tiba-tiba dicabut sepihak oleh BP Batam dengan alasan legalistik administrasi.

Kevin Koh, Rury Afriansyah dan Kadin Kota Batam.

Dari berbagai bentuk intimidasi yang dilakukan oleh BP Batam terhadap para pengusaha di pulau ini, mereka meminta agar Presiden Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendengar keluhan para pengusaha di Batam. Mereka telah bersurat ke Istana Presiden, Istana Wakil Presiden, DPR khususnya Komisi VI dan Komisi III, Satgas Mafia Tanah di Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Direktur DTL, Megat Rury Afriansyah, mengatakan sepanjang sejarah belum ada sejarah di Indonesia sebuah instansi merobohkan bangunan bernilai ratusan miliar dan masih sangat kokoh dan mewah untuk digunakan, lalu dirobohkan tanpa ada Keputusan Pengadilan. Perobohan bangunan hotel Pura Jaya, katanya, merupakan bukti adanya mafia lahan yang bercokol di instansi BP Batam, bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa mafia lahan tersebut menduduki posisi tertinggi di BP Batam.

”Negeri ini menjadi negeri tanpa hukum, BP Batam dengan sesukanya merobohkan hotel kami bernilai ratusan miliar rupiah tanpa surat eksekusi dari juru sita pengadilan. Kemudian ada pengusaha Singapura yang telah mengajak rekannya untuk tidak investasi di Batam akibat perlakuan yang sama, apakah pemerintah masih terus tinggal diam, lalu kemudian pengusaha dikriminalisasi,” kata Rury Afriansyah.

Ada sejumlah pernyataan yang disampaikan oleh pengusaha yang telah melapor ke Posko Komala, di kawasan Sei Panas, Batam Center. Dari data yang masuk, kesimpulan sementara pengusaha meminta: (1) Stop krimininalisasi pengusaha; (2) Pemerintah harus menganggap tindakan merobohkan bangunan bernilai investasi tinggi sebagai darurat, karena belum pernah ada sejarah di Indonesia sebuah instansi di luar pengadilan merobohkan bangunan tanpa pemberitahuan ke Pengadilan dan tanpa ada Penetapan Eksekusi.

Point (3) Seharusnya perobohan bangunan harus ada juru sita dan resmi diputuskan oleh pengadilan. (4) Meminta Komisi III dan Komisi VI membuka ruang dan menerima pengusaha korban kesewenang-wenangan BP Batam, termasuk pencabutan alokasi lahan yang saat ini mencapai 68 perusahaan; (5) ⁠Undang-undang seharusnya lebih tinggi daripada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam, tetapi kenyataan di Batam, Perka mengabaikan Undang-Undang; (6) Pengusaha dalam dan luar negeri, yang telah berinvestasi di Pulau Batam mohon diberi perhatian.

Pengusaha Singapura yang telah 25 tahun menjalankan usahanya di Batam, telah mendatangkan devisa dan menyerap tenaga kerja, hanya karena terdampak Covid-19 ada 2020, langsung tanahnya dicabut dan bangunan di atas perusahaan dirobohkan. Pengusaha itu, Kevin Koh, mengalami kerugian Rp50 miliar. (7) Cukup sudah ‘meracik’ Perka demi Perka untuk melindungi tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh BP Batam. Faktanya, semua perbuatan yang merugikan pengusaha, menurut data di Posko Komala, perbuatan melawan hukum menjadi sah secara perosedur di BP Batam akibat adanya Perka-Perka yang baru diteken oleh Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam.

Sebelum dirobohkan.
Proses perobohan.

Point ke (8) Pengusaha meminta hentikan praktik pemerasan maupun ancaman kepada mengusaha yang tidak menyerah untuk diperas jika ingin memperpanjang alokasi lahan dimana tempat pengusaha itu sudah berinvestasi puluhan tahun; (9) Mohon aparat penegak hukum di tingkat pusat ⁠mengusut tuntas mafia tanah yang berkorporasi dengan pihak BP Batam; (10) Aparat Penegak Hukum (APH) diminta mengusut kroni-kroni penjualan tanah di BP Batam sampai ke akar-akarnya, agar Batam aman di mata investor.

Point selanjutnya (11) Anggota Bidang III dan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam menyebut saat Rapat Dengar Pendapat (RPD) di Komisi VI warga Rempang sudah mayoritas setuju direlokasi, padahal kenyataannya warga yang setuju adalah fiktif untuk keuntungan mafia tanah di Rempang dan Galang; (12) ⁠Meminta agar warga kampung Rempang sebanyak 5 orang yang ditahan Polresta Barelang atas pengaduan PT MEG, padahal mereka mengambil kayu di tanahnya sendiri, hingga kini masih ditahan tanpa proses yang jelas.

Butir selanjutnya (13) Berhenti mengancam atau intimidasi warga rempang dengan menggunakan aparat Kepolisian melalui acaman hukum apabila tidak bersedia direlokasi. Salah satunya ada butir pernyataan menjarakan orang tanpa disidang jika tidak menyerahkan tanahnya dan tidak menandatangani penyerahan tanah seluas 2 hektar; (14) Usut tuntas Deputi atau Anggota Bidang III BP Batam dan Direktur Lahan BP Batam yang selalu menjadi kasir atau mesin uang buat Kepala BP Batam; (15) Kepala BP Batam disinyalir bermufakat dengan Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, S.E dalam membuat dalil-dalil hukum untuk menghindar dari tuntutan hukum.

Selanjutnya point yang diterima Posko Komala (16) Berikan kebebasa kepada pengusaha dan masyarakat Kampung Tua dalam memberikan informasi ke media. Jangan malah media dibeli dan diintimidasi BP Batam; (17) Berhenti beselindung di balik Perka BP Batam yang selalu mengangkangi UU yang justru menjadi konsideran Perka itu sendiri; (18) ⁠Tangkap adan usut tuntas Sekretaris Daerah Pemkot Batam yang selama ini enjadi perpanjangan tangan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi dalam melakukan aksi mafia tanah di bagian hinterland Pulau Batam.

Bagian terakhir (19) Pengusaha meminta agar tokoh bersama pengusaha diundang oleh pemerintah pusat untuk memaparkan apa yang sebenarnya terjadi. Jangan terjadi pengusaha ditolak untuk didengar keluhannya oleh pemerintah pusat; (20) Apabila permohonan para pengusaha itu tidak digubris gubris, maka pengusaha akan membuat surat untuk mendatangi Presiden Prabowo Subiamto, baik secara langsung, maupun melalui Lembaga Adat Melayu (LAM); (21) Pengusaha akan terus bergerak menuntut hak-haknya yang dirampas oleh BP Batam.

”Itu semua tuntutan yang dapat kami rampung, baik dari kami sebagai korban kesewenang-wenangan BP Batam dalam kaitan perobohan Hotel Pura Jaya, maupun rekan-rekan pengusaha yang juga menjadi korban kesewenang-wenangan penguasa di Pulau Batam,” ujar Megat Rury Afriansyah. Dia menyebut, Posko pengaduan yang didirikan oleh sejumlah pengusaha merupakan respon terhadap perbuatan ‘jahat’ yang dilakukan pimpinan di BP Batam.

Hingga pagi ini, puluhan pengacara telah tergabung dalam Tim Posbakum Komala, yakni POSKO BANTUAN HUKUM KORBAN MAFIA LAHAN. Mereka antara lain: Andika, SH., MH (Jakarta); Martina, SH., MH (Jakarta); Mada Hekopung, SH (Jakarta); Eko Nurisman, SH., MH (Batam); Safryanto, SH (Batam); Maskur Tilawahyu, SH., MH (Tg.Pinang); Adityo Marsetyo, SH., MH (Jakarta); Andry, SH (Surabaya); Arpandi Karjono, SH., MH (Batam); T. Helmy Hatta, SH., M.Kn (Batam); Romdani Tri Kuntadi, S.H., M.H. (Jakarta); Jarot Supriadi, SH (Jakarta).

Redaksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *