Jaringan PT Pasifik Menguasai Alokasi Lahan yang Dicabut BP Batam

* Penerbitan Faktur Dikuasai Oknum Eksternal BP Batam

Batam, 3 Desember 2024

Kelompok dan jaringan PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) diduga menguasai tanah yang alokasi lahannya dicabut oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Untuk memperlancar praktik penguasaan lahan di BP Batam, penerbitan faktur Uang Wajib Tahunan (UWT) dapat dilakukan oknum di luar instansi BP Batam.

”Banyak yang menjadi korban pencabutan alokasi lahan BP Batam. Tanah-tanah yang alokasi lahannya dicabut, ditawarkan kepada perusahaan yang berminat. Jika sudah deal (baca: sepakat), Faktur UWT langsung bisa diterbitkan oleh seseorang di luar instansi BP Batam,” kata seorang sumber media di Batam, Selasa, 3/11/2024.

Pernyataan itu disampaikan setelah menyimak kasus pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya yang dalam 15 hari diserahkan ke PT PEP milik seorang pengusaha yang dikenal dengan inisial AK. Pengusaha AK, melalui PT PEP yang dikendalikan anaknya, mendapatkan alokasi lahan Hotel Pura Jaya, seluas 300.000 meter per segi.

Zudy Fardi, seorang pengacara yang dikenal bisa mengurus Faktur UWT secara cepat.

Dalam praktiknya, proses pengalihan alokasi lahan dari berbagai pengusaha yang berada di lokasi strategis, didukung sepenuhnya oleh BP Batam. Bahkan perobohan gedung sebesar Hotel Pura Jaya yang bernilai Rp400 miliar, pun, tanpa ragu-ragu dieksekusi segera dengan dikawal Tim Terpadu.

Tim Terpadu dibentuk Kepala BP Batam Muhammad Rudi, sejatinya untuk mengawal penertiban kawasan bangunan liar, tetapi belakangan ditugaskan untuk mengawal eksekusi perobohan bangunan milk pengusaha yang alokasi lahannya dicabut. Peristiwa perobohan bangunan Hotel Pura Jaya dan gedung pabrik PT Metallwerk Industry di Tanjunguncang, Batam.

”Penyebab dicabutnya alokasi lahan perusahaan bisa dipicu oleh berbagai sebab, antara lain pengusaha yang memiliki lahan strategis tidak bersedia memberikan uang suap untuk memperpanjang UWT lahannya, sehingga perpanjangan UWT tanahnya ditutup BP Batam, dan selanjutnya alokasi lahan dicabut dan diserahkan ke pengusaha lain yang siap menampung lahan tersebut,” kata sumber media.

Promosi sewa lahan BP Batam, tetapi konsumen selalu gagal mendapatkan lahan dari Online.

Penerbit Faktur UWT Dari External BP Batam

Dari investigasi media ini, ditemukan fakta penerbitan Faktur UWT BP Batam atas alokasi lahan yang masih dikuasai oleh pengusaha penerima alokasi lahan sebelumnya. Akibat terbitnya Faktur UWT baru di atas lahan yang masih dikuasai oleh perusahaan lain, muncul permasalahan baru, yakni tumpang tindih alokasi lahan.

Dalam perjalanannya penerima alokasi baru akan menguasai lahan karena pemilik alokasi lahan lama tidak lagi dapat membayar UWT. Dengan habisnya masa sewa lahan oleh pemilik lahan yang lama, maka secara hukum pemilik alokasi lahan yang lama menjadi batal atau tidak sah.

Penerbitan Faktur UWT saat ini dikuasai oleh seseorang yang berada di eksternal BP Batam, atau bukan pejabat atau pegawai BP Batam. Berdasarkan investigasi media ini, oknum yang sering menerbitkan Faktur UWT bernitial ZF, seorang pengacara yang dekat dengan Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam.

Lahan Pura Jaya yang dicaplok melalui jalur cepat Faktur UWT.

”Pengusaha yang akan menerima alokasi lahan yang dicabut dari pengusaha lama, tanpa perlu menunggu lama, bisa langsung mendapatkan Faktur UWT baru untuk alokasi lahan yang diurus, tentu setelah menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati. Modus seperti itu yang membuat perusahaan baru penerima alokasi lahan yang dicabut prosesnya amat cepat, karena yang menguasai administrasi lahan hingga Faktur UWT, dikuasai oleh mafia lahan di BP Batam,” terang sumber media ini.

Dikonfirmasi kepada Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah, mengakui pengalaman yang sama dialaminya. Lahan Hotel Pura Jaya seluas 30 hektar diambil-alih oleh PT PEP. Modusnya, perpanjangan UWT oleh PT DTL ditutup oleh BP Batam, sehingga kurang dari setahun tanah itu dipaksa dikosongkan oleh BP Batam. Perintah pengosongan itu dijadikan sebagai dasar atau alasan untuk menguasai lahan dengan dibantu oleh Tim Terpadu.

Saat ini ada sejumlah pengusaha mengeluh lahan miliknya dicabut oleh Kepala BP Batam dengan alasan tidak memperpanjang sewa lahan. Mereka antara lain Kelompok Citra Buana Group yang memiliki 2 hektar lahan di Kawasan Batam Center dicabut, kemudian pemilik dan pengelola Water Boom Bengkong Sadai seluas 11 hektar, dan Kelompok Jaya Putra Kundur (JPK) seluas 3 hektar.

Untuk kepentingan konfirmasi berita ini, redaksi berusaha menghubungi Muhammad Rudi melalui Humas BP Batam, Ariastuty Sirait, namun konfirmasi tidak berhasil dilakukan karena Ariastuty menutup saluran komunikasi dengan redaksi. Demikian juga konfirmasi ke pengacara berinitial ZF, media ini belum berhasil mendapat respon dari ZF.

Redaksi.