DPRD dan Kejari Batam Sekongkol Memoroti Miliaran Rupiah Uang Rakyat(?)
Batam, 15 September 2024
Lembaga Nasional Anti Korupsi (LNAK) RI Kepulauan Riau, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menolak usulan Partai NasDem tentang Ketua DPRD Kota Batam 2024-2029 atas dasar keterlibatannya dalam kasus korupsi makan minum (kudapan) di DPRD pada 2017-2019. Kejaksaan Negeri (Kejari) disinyalir bersekongkol memoroti uang negara dengan tidak melanjutkan kasus hukum oknum penerima uang korupsi.
”Sesuai dengan keputusan Pengadilan Tinggi yang memperberat hukuman Asril, mantan Sekretaris DPRD, dari 6 tahun menjadi 10 tahun, semestinya Kejari Batam melanjutkan proses hukum semua oknum yang terlibat dalam kasus tersebut. Jelas-jelas hakim PT mengacu pada Perma nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Ketua LNAK RI Kepri, Azhari Hamid, kepada wartawan, 15/9/2024.
Putusan PT Riau yang mengadili perkara korupsi Asril, pada Maret 2021, majelis hakim menyatakan kerugian negara dalam perkara itu telah merugikan keuangan negara cq Pemerintah Kota Batam sejumlah Rp 2.160.402.160. Dalam catatan Kejaksaan Negeri Batam, kata Azhari, ada setidaknya 12 orang yang terlibat dalam korupsi kudapan itu, terbukti dari pengembalian uang hasil korupsi.
Dalam kasus itu, penerima uang korupsi, baik korporasi maupun perorangan semestinya mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan pengadilan. ”Mengapa Kejari Batam tidak membawa para penerima uang korupsi ke hadapan pengadilan, ini yang menjadi fokus kami, karena sangat melukai rasa keadilan masyarakat. Apalagi sekarang, pelaku tersebut menjadi pimpinan lembaga legislatif,” ucap Azhari.
Catatan media ini, manipulasi anggaran nasi kotak dan kudapan DPRD 2017-2019, antara lain mencakup:
- Paket belanja konsumsi snack VIP Audiensi Ketua DPRD Kota Batam dengan pagu sebesar Rp 45.000.000
- Paket belanja konsumsi nasi kotak Audiensi Ketua DPRD Kota Batam sebesar Rp 72.000.000
- Paket belanja konsumsi nasi kotak pertemuan pimpinan DPRD dengan Masyarakat sebesar Rp 128.000.000
- Paket belanja snack pertemuan pimpinan DPRD dengan Masyarakat sebesar Rp 48.000.000
- Paket belanja konsumsi snack VIP Audiensi Wakil Ketua DPRD Kota Batam dengan pagu sebesar Rp 72.000.000
- Paket belanja konsumsi nasi kotak Audiensi Ketua DPRD Kota Batam sebesar Rp 115.200.000
- Paket belanja konsumsi snack VIP pertemuan dengan media sebesar Rp 45.000.000
- Paket belanja konsumsi nasi kotak pertemuan dengan media sebesar Rp 72.000.000
Untuk mengelabui, dibuat kontrak fiktif dengan pihak ketiga sehingga seolah-olah ada pos pengeluaran. Perbuatan dilakukan berulang pada 2017, 2018 dan 2019 dengan melibatkan beberapa pihak, mulai dari penyedia, rekanan, hingga aparat pengawai Sekretaris Dewan dan DPRD, yang merugikan keuangan negara cq. Pemerintah Kota Batam sejumlah Rp2.160.402.160.
Mereka yang telah mengaku menerima uang hasil korupsi dan telah mengembalikannya, yakni:
- Taufik selaku KPA/PPK tahun 2017 sampai 2019 sebesar Rp.41 juta,
- Liza selaku PPTK tahun 2017 sebesar Rp10 juta,
- Redha Fajar Sulaiman selaku PPTK tahun 2018 sebesar Rp.16 juta,
- Marlina selaku PPTK tahun 2018 sebesar Rp.15 juta.
- Kamaludin selaku Direktur Utama PT Wisata Bhakti Madani sebesar Rp.9.682.596,
- Tajudin selaku Direktir CV Karya Putera Mandiri sebesar Rp.4.462.920
- Lina selaku Direktur Utama PT Inong Prima Ventura sebesar Rp.20.538.840.
- Dewi selaku Direktur CV Wiraswasata Alam Semesta Rp.8.411.144
- Aswinar selaku Direktur CV. Binar Cakra sebesar Rp. 3.689.580,
- Raja Rutan selaku CV. Payung Raja Sakti sebesar Rp 13.999.103,
- Raja Bahri selaku Direktur Teh Tarik Sakti sebesar Rp. 7.354.958
- Refandy Guci selaku Direktur CV. Chayla Cethering sebesar Rp.35.269.985.
Ironisnya, salah satu pelaku korupsi yang telah memanipulasi anggaran makan minum dan kudapan DPRD itu adalah Kamaluddin, Direktur Utara PT Wisata Bhakti Mandani, yang kini diusulkan oleh Partai NasDem sebagai Pimpinan atau Ketua DPRD Kota Batam.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Asril, Khairul Akbar, meminta jaksa mengusut aliran dana ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak lain. Pasalnya, kliennya Asril tidak dapat menerima hukuman itu, karena yang terlibat bukan dirinya saja. ”Dalam pemeriksaan tambahan, beliau (Asril) minta agar jangan hanya dirinya sendiri saja yang ditetapkan sebagai tersangka. Beliau tidak terima kalau hanya beliau saja,” kata Khairul Akbar, beberapa waktu lalu.
Redaksi