Syuzairi: Kasus Pura Jaya Batam Menakutkan Bagi Investor

* Cand Guru Besar UMRAH Sayangkan Perobohan Hotel Pura Jaya

Batam, 10 Juli 2024

Kandidat Guru Besar Universias Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Dr Drs Muhammad Syuzairi MSi, SSos, menyebut kasus perobohan Hotel Pura Jaya di Nongsa, Kota Batam, menakutkan buat kalangan investor. Dia meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam mempertimbangkan dampak buruk tata cara alokasi tanah secara sepihak oleh Badan Pengelolaan (BP) Batam.

”Jika cara alokasi tanah dilakukan seperti dialami oleh pemilik Hotel Pura Jaya, Nongsa, yakni tanah yang telah dibangun hotel dan telah beroperasi puluhan tahun, lalu dicabut dan dialokasikan kepada perusahaan lain, hanya karena alas an terlambat membayar UWT (Uang Wajib Tahunan), tidak lama lagi semua investor takut menanamkan modal, karena aset dan modal mereka tergantung pada kesewenang-wenangan BP Batam,” kata M Syuzairi, usai bersaksi sebagai Saksi Ahli di PN Batam, Selasa, 9/7/2024.

Syuzairi menjelaskan, kasus Hotel Pura Jaya merupakan Tindakan sewenang-wenang, karena pemilik hotel telah menjalankan usahanya, namun karena alasan terlambat membayar UWT, aset senilai Rp350 miliar dihancurkan dalam sehari. ”Pemilik hotel telah menggunakan tanah yang dia terima sesuai dengan peruntukan. Ratusan karyawan hidup dengan bekerja di hotel tersebut, dan, tentu saja pajak dan retribusi telah dibayar oleh pengelola. Nah, hanya karena telat membayar UWT, lalu dialokasikan ke perusahaan lain dan seterusnya bangunan yang sangat besar nilainya dihancurkan oleh pemilik baru.”

Jika seperti itu, kata Syuzairi, lalu hak penerima alokasi yang telah menanamkan modal ratusan miliar diabaikan dan setoran UWT-nya ditolak, sama saja dengan mengusir investasi dan menimbulkan ketakutan bagi penanam modal yang lain. ”Ada beberapa pengusaha yang mengeluh dan diperlakukan tidak adil dalam kasus alokasi tanah. Tetapi kasus Pura Jaya tergolong paling besar investasinya dan juga Indah Puri, Sekupang. Kasus tersebut disaksikan oleh dunia internasional, sehingga menimbulkan rasa ketidak-pastian dalam perlindungan investasi,” ucap Syuzairi.

Saat bersaksi di hadapan majelis hakim PN Batam, Syuzairi menyebut, kewenangan untuk mengalokasikan tanah berada di BP Batam. Tetapi aset yang dibangun di atas tanah berupa bangunan adalah hak pemilik hotel (Hotel Pura Jaya). ”Seharusnya, jika tanah tersebut diserahkan kepada pihak lain, masalah bangunan diajukan lebih dahulu ke pengadilan untuk ditetapkan apakah harus dirobohkan atau ada cara lain yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, termasuk bagi pertumbuhan dunia usaha di Batam,” kata Syuzairi.

Dr Drs Muhammad Syuzairi MSi, SSos.

Tindakan perobohan yang dilakukan oleh PT Lamro Martua Sejati atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa, kata Kandidat Guru Besar UMRAH itu, tidak kuat dari aspek hukum dan aspek sosial ekonomi serta merugikan dunia usaha. ”Tidak sedikit orang ketakutan menanamkan modal di Pulau Batam akibat kesewenang-wenangan yang terjadi terhadap investasi besar Hotel Pura Jaya. Perobohan hotel (pada 21 Juni 2023) yang telah memiliki sejarah panjang Kota Batam dan perjuangan Provinsi Kepri, menimbulkan trauma bagi dunia usaha, terutama pemilik hotel,” katanya.

Dr Drs Muhammad Syuzairi MSi, SSos, Kandidat Guru Besar Universias Maritim Raja Ali Haji (UMRAH)

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PT Dani Tasha Lestari (PT DTL) sebagai pemilik dan pengelola Hotel Purajaya akhirnya menggugat PT Lamro Martua Sejati dan PT Pasifik Estatindo Perkasa sebesar Rp1,5 triliun. Langkah hukum itu akan ditempuh, pasca gagalnya mediasi para pihak di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Dalam gugatan yang akan didaftarkan ke pengadilan, Badan Pengusahaan (BP) Batam turut tergugat.

Gedung Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, dirobohkan oleh PT Lamro Martua Sejati (PT LMS) pada Rabu, 21/6/2023, atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa (PT PEP). Perusahaan PT PEP adalah penerima alokasi tanah seluas 10 hektar dari BP Batam di kawasan Nongsa, Pulau Batam pada 1991. Di atas tanah seluas 108.574 m2 dibangun hotel dengan nilai aset Rp500 mililar.

Momen mediasi antara penggugat dengan pihak tergugat serta turut tergugat telah dilaksanakan sebanyak 3 kali. Terakhir kali dilaksanakan pada Senin, 1/4/2024 di PN Batam. Namun tiga kesempatan mediasi itu tidak dihadiri oleh PT LMS dan PT PEP sebagai tergugat serta BP Batam sebagai turut tergugat.

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *