Barikade 98 Sayangkan Kasus Korupsi Anggota DPRD Kota Batam Menguap

* Pelaku Tidak Diproses Karena Wakil Ketua DPRD Kota Batam

Batam, 18 April 2024

Barisan Rakyat Indonesia Kawal Demokrasi (Barikade) 98 Provinsi Kepulauan Riau meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam tidak melalaikan tugasnya dalam penindakan kasus korupsi yang melibatkan orang penting. Barikade menduga pelaku korupsi tidak dijerat karena menduduki posisi pimpinan di DPRD Kota Batam.

Sejumlah kasus korupsi yang diabaikan oleh Kejari menimbulkan luka pada rasa keadilan masyarakat. Jika Kejari terus mengorbankan reputasinya dalam menghadapi kekuasaan, maka tidak tertutup kemungkinan lembaga-lembaga kekuasaan akan dikendalikan oleh para koruptor.

”Ada sejumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD Kota Batam, antara lain kasus belanja makan dan minum pada 2017-2019, serta korupsi perjalanan dinas DPRD Batam, yang melibatkan politisi dan pejabat di birokrasi. Dalam penyelesaiannya, Kejari terlihat tebang pilih, karena yang diproses hukum hanya pegawai di birokrasi, sementara pemegang kekuasaan di legislatif dibiarkan bebas,” kata Ketua Barikade 98 Kepri, Rahmad Kurniawan, kepada Nusa Viral, di Batam, 18/4/2024.

Korupsi anggaran belanja makan minum unsur pimpinan DPRD Batam periode 2017 -2019, kata Rahmad Kurniawan, sudah lumayan lama peristiwanya. Namun kasus itu belum dapat disebut selesai, karena para pelaku yang turut terlibat belum diproses hukum. ”Ada 11 orang pelaku yang turut terlibat dan telah mengembalikan uang hasil korupsi. Namun, sampai saat ini tidak ada satupun yang ditindak, termasuk Wakil Ketua DPRD Kota Batam,” tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah media memberitakan Wakil Ketua DPRD Muhammad Kamaluddin, pada era 2017-2019 bekerja sebagai Direktur PT Wisata Bhakti Madani (WBM) mengaku terlibat dalam kasus korupsi itu. Dia, lewat perusahaan PT WBM menjadi dslsh satu vendor belanja makan minum fiktif di DPRD Batam.

Dalam kesaksiannya, politisi Partai Nasdem melalui PT WBM, menggarap proyek makan minum fiktif. Meski dia mengaku kegiatan dilakukan oleh Komisaris PT WBM, ) Raja Mustari, yang kini telah almarhum, namun Kamaluddin mengakui dirinya mengetahui kegiatan itu merupakan kegiatan fiktif, dan sebagai Direktur, Wakil Ketua DPRD Kota Batam periode 2019-2024 itu mengantongi keuntungan dari kegiatan itu.

Dalam proyek pengadaan tersebut, Kamal, begitu dia akrab disapa, selaku Direktur PT WBM mengaku menandatangani 2 kontrak belanja konsumsi snack dan nasi kotak. ”Saya menandatangani kontrak belanja konsumsi snack dan nasi kotak dengan nmor kontrak: 03/A.K/PPK/SEKWAN-BTM/I/2018 tanggal 19 Januari 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp59.880.000,” jelasnya dalam persidangan kasus beberapa waktu lalu.

Sedangkan kontrak belanja konsumsi snack dan nasi kotak Waka II DPRD dengan masyarakat tahun 2017 sebagaimana kontrak No: 06/SPK/PPK-SET/AK/APBD-BTM/I/2018 tanggal 18 Januari 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp119.760.000,” kata Kamal, Jumat (2/10) dalam sidang itu.

Menurut Kamal, dirinya mulai masuk dan mengikuti kegiatan itu pada saat (alm) Raja Mustari meninggal dunia di tahun 2018 dan hanya mengerjakan 30 persen dari sisa proyek yang dianggarkan. ”Ketika Raja Mustari meninggal tahun 2018, saya yang melanjutkan. Ketika saya meng-hendle, saya hanya memegang sekitar 30 persen kegiatan saja,” ujarnya.

Catatan Redaksi

Korupsi makan minum di DPRD Kota Batam itu merugikan negara senilai Rp2,160 miliar yang diambil dari anggaran belanja unsur pimpinan DPRD Kota Batam masa anggaran 2017-2019.

Kejaksaan hanya memproses hukum Asril sebagai Sekretaris Dewan, dengan mendakwanya melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) dan dakwaan subider Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. ”Seharusnya, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi,” kata Rahmad.

Sejumlah anggota dewan Batam yang mengembalikan uang adalah RG senilai Rp 9,8 juta (penyedia), RG senilai Rp 22 juta (penyedia), LR senilai Rp 10 juta (PPTK 2017), RFS senilai Rp 16 juta (PPTK 2018), TRJ senilai Rp 3 juta (penyedia), DRT senilai Rp 8,412 juta (penyedia), MRL senilai Rp 15 juta (PPTK 2019), AWN senilai Rp 3,7 juta (penyedia), MK senilai Rp 9,8 juta (penyedia), RRD senilai Rp 14 juta (penyedia), RRD senilai Rp 7,3 juta (penyedia) dan TF senilai Rp 41 juta (PPK).

Kejari Batam saat itu menyampaikan sudah menerima pengembalian uang sebanyak Rp 160 072.000 dari 12 saksi dalam kasus dugaan korupsi anggaran belanja konsumsi pimpinan DPRD Batam. ”Dari 12 saksi, satu di antaranya Wakil Ketua DPRD Batam Muhammad Kamaluddin, yang merupakan legislator dari Partai Nasdem, dan mungkin dalam waktu dekat akan menjadi Ketua DPRD Kota Batam. Apakah orang bermasalah akan memimpin lembaga kekuasaan di Batam ini,” ucap Rahmad.

Sementara, beberapa waktu belakangan ini, ada korupsi dana perjalanan dinas DPRD Kota Batam pada tahun 2016, dengan terdakwa Raja Syamsul Bahri (45), mantan Bendahara Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Batam masih bergulir di Pengadilan Negeri Batam.

Dalam kasus itu, juga terlibat mantan Ketua Sekwan DPRD Batam Marzuki. Menurut Kejari, perintah untuk mengambil uang diberikan oleh Marzuki. ”Saya yakin, masalah ini melibatkan anggota dewan. Kok hanya satu orang yang dijerat,” katanya.

Seharusnya, Kejari Batam tidak menumpuk masalah dengan membiarkan orang-orang tertentu melenggang bebas, meski telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. ”Dalam waktu dekat, kita akan melakukan eksaminasi terhadap keputusan Kejari yang diskriminatif terhadap orang-orang tertentu dalam penegakan hukum terkait korupsi,” tegas Rahmad.

(Redaksi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *