* Perusakan Hotel Pura Jaya Masuk Dalam Tindakan Pidana
Batam, 2 April 2024
PT Dani Tasha Lestari (PT DTL) sebagai pemilik dan pengelola Hotel Purajaya akhirnya menggugat PT Lamro Martua Sejati dan PT Pasifik Estatindo Perkasa sebesar Rp1,5 triliun. Langkah hukum itu akan ditempuh, pasca gagalnya mediasi para pihak di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Dalam gugatan yang akan didaftarkan ke pengadilan, Badan Pengusahaan (BP) Batam turut tergugat.
Gedung dan perabotan Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, dirobohkan oleh PT Lamro Martua Sejati (PT LMS) pada Rabu, 21/6/2023, atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa (PT PEP). Perusahaan PT PEP adalah penerima alokasi tanah seluas 10 hektar dari BP Batam di kawasan Nongsa, Pulau Batam pada 1991. Di atas tanah seluas 108.574 m2 dibangun hotel dengan nilai aset Rp500 mililar.
Momen mediasi antara penggugat dengan pihak tergugat serta turut tergugat telah dilaksanakan sebanyak 3 kali. Terakhir kali dilaksanakan pada Senin, 1/4/2024 di PN Batam. Namun tiga kesempatan mediasi itu tidak dihadiri oleh PT LMS dan PT PEP sebagai tergugat serta BP Batam sebagai turut tergugat.
”Dengan tidak hadirnya pihak tergugat (PT LMS dan PT PEP) dan turut tergugat (BP Batam), maka dapat disimpulkan mereka tidak punya itikad baik terhadap kasus perusakan hotel milik prinsipal. Dengan demikian, kami akan masuk pada langkah hukum mengajukan gugatan. Jika kasus (perusakan hotel) ini tidak dianggap sebagai masalah, ini pertanda tidak adanya perlindungan hukum terhadap investasi di Batam,” kata Muhammad Sayuti, Kuasa Hukum PT DTL, kepada media ini, Selasa, 2/4/2024.
Langkat mediasi ditempuh oleh PT DTL untuk memberi ruang kepada pihak tergugat dan turut tergugat untuk menunjukkan itikad baik akibat perusakan hotel miliknya. ”Hotel tersebut telah berkontribusi dalam perkembangan Batam serta Kepri. Di tempat (hotel) itu dirumuskan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, di tempat itu pula Presiden Abdurrahman Wahid pernah melakukan pertemuan dengan negara lain. Seharusnya, BP Batam tidak membiarkan perusakan itu terjadi,” kata Sayuti.
”Kami tidak mempersoalkan lahan dan pengalokasiannya kepada siapa, tetapi yang jelas hotel senilai Rp500 miliar merupakan barang milik klien kami, yang harus dijaga oleh BP Batam sebagai pengelola investasi. Dengan tidak adanya niat baik para pihak tergugat dan turut tergugat, maka kami menuntut kerugian materi Rp500 miliar dan kerugian immateri Rp1 triliun, total sebesar Rp1,5 triliun,” jelas Sayuti.
Sikap tidak menghargai yang dipertunjukkan oleh BP Batam dan pihak tergugat sebagai bukti bahwa Batam ini tidak lagi ramah terhadap investasi. Jika investasi hotel yang begitu besar tidak lagi menjadi pertimbangan dalam mengelola industri, mau jadi apa Pulau Batam ini di masa depan? BP Batam sibuk mencari investor, tetapi kita membangun hotel dengan nilai investasi besar, dihancurkan begitu saja.
Rurry Afriansyah, Direktur Utama PT Dani Tasha Lestari, pemilik Hotel Purajaya.
Direktur Utama PT DTL, Rurry Afriansyah, menyesalkan ketidak-hadiran pihak tergugat. ”Sikap tidak menghargai yang dipertunjukkan oleh BP Batam dan pihak tergugat sebagai bukti bahwa Batam ini tidak lagi ramah terhadap investasi. Jika investasi hotel yang begitu besar tidak lagi menjadi pertimbangan dalam mengelola industri, mau jadi apa Pulau Batam ini di masa depan? BP Batam sibuk mencari investor, tetapi kita membangun hotel dengan nilai investasi besar, dihancurkan begitu saja,” kata Rurry.
Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, Rabu, 21/6/2023, dieksekusi oleh PT Lamro Martua Sejati untuk dirobohkan, atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa. Eksekusi dikawal penuh oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama Tim Terpadu dari Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja Kota Batam, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, TNI dan Kepolisian.
Dalam Surat Perintah Kerja (SPK) nomor PEP-002/VI.2023, Direktur PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), atas nama Jenni, memerintahkan Robert Sitorus sebagai Direktur PT Lamro Martua Sejati (LMS), untuk mengosongkan seluruh gedung Hotel Purajaya Resort milik PT Dhani Tasha Lestari (DTL), dan membongkar bangunan milik PT DTL itu hingga rata (dengan tanah). Pekerjaan itu dilaksanakan oleh kontraktor sejak Rabu, 21/6/2023 hingga 120 hari.
Ribuan kursi, lemari, meja, tempat tidur, springbed, hiasan dinding, pot bunga, alat elektronik seperti pesawat televisi, dan berbagai jenis barang dan perabotan hotel, terlihat disusun di lobi hotel menunggu dimasukkan ke dalam petikemas di lapangan gedung.
”Ini perbuatan zolim, di mana klien kami PT Dhani Tasha Lestari yang dihadiri oleh Pak Ruri sebagai pemilik, menyaksikan penghancuran barang-barang miliknya dari gedung yang telah dipelihara dan dirawat selama 30 tahun. Padahal proses hukum masih berjalan. Kami masih menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Pembongkaran ini tidak boleh dilakukan jika tidak ada perintah pengadilan,” kata Rurry saat menyaksikan perusakan.
Dia merasa kecewa dengan tindakan BP Batam yang telah mengalokasikan tanah itu kepada pihak lain yang baru bermohon. ”Kami telah mengajukan perpanjangan sewa UWT (Uang Wajib Tahunan) BP Batam, tetapi tidak diberi akses, padahal masih dalam tenggang waktu yang diperbolehkan secara hukum, yakni kurang dari setahun. Hak-hak klien kami diabaikan, sementara klien kami memiliki aset hingga ratusan miliar sebagai bukti keseriusan dalam berinvestasi,” ujarnya. (*)