Batam, 27 Maret 2024.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau diduga terlibat dalam praktik pembayaran proyek dari instansi ke kontraktor. Pengusaha kontraktor Batam kini mempersiapkan laporan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait dengan keterlibatan aparat BPKP dalam pembuatan laporan yang diduga palsu.
”Setelah saya tahu, di sini ada BPKP bermain di sini. Dengan surat yang dikeluarkan oleh dia (BPKP), itu kan, merugikan saya. Surat yang saya sebarkan itu, kan, merugikan saya. BPKP membuat dua opsi (dua laporan keuangan yang berbeda), itu kan dua opsi gak benar itu, kan mengadu-adu namanya BPKP itu (kontraktor dan pemerintah). Dan saya sudah tembuskan laporan ke BPKP Pusat, juga ke komisi aparatur sipil negara dan ke Ombudsman,” kata seorang kontraktor rekanan Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Suparman, kepada wartawan, di Batam, 27/3/2024.
Keterlibatan BPKP Kepri dalam merugikan kontraktor, kata Suparman, yakni BPKP membuat laporan dan mengakui kontraktor memiliki piutang Rp4.112.000.000,- dalam satu proyek infrastrutur senilai Rp14 miliar di kawasan Kecamatan Bengkong, Kota Batam, pada 2021. Tetapi dalam laporan BPKP yang diberikan kepada Pemko Batam, BPKP memberikan laporan yang berbeda, yakni jumlah yang berbeda.
”BPKP mereferensikan ke kami Rp4 miliar 112 juta sisa tagihan saya itu. Ada bukti sms-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan dia (pejabat Bina Marga Pemko Batam), dia kasih ke PU (Bina Marga), nilainya rendah. Saya tanya ke dia, kenapa bisa dua laporan yang berbeda? Lalu mereka (BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia. Saya mau telusuri lebih dahulu. Sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU (Bina Marga). Mestinya jika ada laporan dari BPKP, mestinya saya diberikan juga (tembusannya),” ucap Suparman.
Suparman menyebut pihaknya menduga proyek-proyek fisik di Pemko Batam penuh dengan kolusi dan korupsi. Pengaturannya, kata Suparman ada di tangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pejabat itu bekerjasama dengan BPKP dalam mengatur laporan keuangan, sehingga dibuat laporan palsu, yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. ”(PPK) Ini kan tempat basah, mungkin dia (PPK) banyak setor ke mana-mana. Duit empuk (banyak) di situ, banyak proyek masuk yang pakai fee (komisi atau gratifikasi),” jelas Suparman.
BPKP mereferensikan ke kami Rp4 miliar 112 juta sisa tagihan saya itu. Ada bukti sms-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan dia (pejabat Bina Marga Pemko Batam), dia kasih ke PU (Bina Marga), nilainya rendah. Saya tanya ke dia, kenapa bisa dua laporan yang berbeda? Lalu mereka (BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia. Saya mau telusuri lebih dahulu. Sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU (Bina Marga). Mestinya jika ada laporan dari BPKP, mestinya saya diberikan juga (tembusannya).
Ir Suparman, kontraktor di Batam.
Menurutnya, dalam sejumlah proyek yang dikeluarkan oleh Pemko Batam, pada umumnya ada ‘fee’ yang diberikan oleh pelaksana proyek, yakni kontraktor ke pejabat Pemko Batam, lewat PPK. ”Dugaan kita ya, pasti kalau saya katakan begini, ya setiap proyek di Batam ini enggak ada enggak main-main fee. Kita ‘disclaimer’ dulu ini bahwa ini dugaan kita ya. Dugaan kita seperti itu, tapi memang kalau kita bicara dugaan, kalau di dalam Ilmu Penelitian Hukum dugaan itu tidak berbunyi di situ dugaan. Itu berbunyi di pengadilan, pengadilan yang memegang kalimat,” ujar Suparman.
Dalam sepuluh tahun terakhir, kata Suparman lagi, Pemko Batam tidak lagi membina kontraktor, tetapi justru membinasakan. ”Enggak (membina), dia membinasakan kontraktor, bukan membina kayaknya dalam 10 tahun terakhirnya, terutama paling menyolok, dalam 5 tahun terakhir. Semenjak PPK-nya DH (inisial-redaksi) itu memang hancur-hancuran kontraktor banyak. Kontraktor yang berani ngomong kayak gitu. Bisa ditanya aja kalau saya ngomong kan apa adanya saja kan, gak ada saya tutup-tutupi,” tutur Suparman.
Salah satu tindakan merugikan kontraktor, katanya, karena keterlibatan BPKP dalam pembuatan laporan untuk mengelabui tindak korupsi dalam proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah, baik Pemko Batam, maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam. ”Dugaan saya, BPKP bermain di sini dengan surat yang dikeluarkan. Dalam waktu dekat akan saya laporkan ke KASN dan Ombudsman. Banyak masalah yang sudah saya laporkan. Banyak surat saya kirim ke Inspektorat, ada 23 kali saya surati, dan 40 kali surat saya kirimkan ke Wali Kota Batam, tetapi tidak ada tindakan perbaikan,” sesal Suparman.
Pengalaman Suparman setali tiga uang dengan proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Terminal Pelabuhan Batuampar, Batam, yang akhirnya gagal dikerjakan. BPKP melakukan audit terhadap proyek bermasalah yang menghabiskan Rp80-an miliar pendalaman alur di Dermaga Utara Pelabuhan Batuampar, Batam, pada 2021 s.d 2023. BPKP Provinsi Kepulauan Riau melakukan audit investigasi proyek, namun akhirnya ‘berdamai’ dengan BP Batam.
”Hasil investigasi kami, BP Batam melalui Anggota Bidang Administrasi dan Keuangan, meminta BPKP Kepri melakukan audit investigasi terhadap keuangan proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Batuampar. Di satu sisi tindakan tersebut positif, karena bertujuan untuk mencari menelusuri adanya kemungkinan penyelewengan keuangan negara, tetapi di sisi lain dapat dijadikan alat pembenaran terhadap korupsi yang telah terjadi,” kata Rahmad Kurniawan, seorang pengamat anti korupsi di Batam, beberapa waktu lalu.
BP Batam, melalui Wahjoe Triwidijo Koentjoro, Anggota Bidang Administrasi dan Keuangan BP Batam, pada 15 Mei 2023 meminta BPKP Kepri melakukan audit investigasi terhadap paket pekerjaan Proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Terminal Pelabuhan Batuampar. ”Permintaan audit investigasi tersebut merupakan kebijakan yang aneh, karena BP Batam telah membuat keputusan (kontraktor wanprestasi dan dikenakan sanksi daftar hitam kontraktor) sebelum meminta audit investigasi. Seharusnya, audit lebih dahulu sebelum proyek itu dihentikan dan kontraktor dikenakan sanksi daftar hitam,” kata Rahmad.
Ketika kasus dugaan kolusi BPKP dengan Pemko Batam ini dikonfirmasi ke pimpinan BPKP Provinsi Kepri, instansi itu tidak bersedia menjawab. Seorang pimpinan, yakni Imbuh Agustanto sebagai Wakil Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kepri, ketika masalah ini dikonfirmasi, tidak bersedia memberi penjelasan. (*)