* Habiskan Miliaran Rupiah Untuk Membungkam Media Kritis
Batam, 26 Oktober 2023.
Hari ini, Kamis, 26 Oktober 2023, Badan Pengusahaan (BP) Batam merayakan ulang tahun ke-52 terhitung diterbitkannya Keputusan Presiden nomor 74 tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam. Kali ini, BP Batam merayakan salah satu prestasi gemilang karena sukses membungkam segelintir media kritis melalui kontrak dengan puluhan media yang mengembangkan jurnalisme kloning.
Sejak kemarin, 25/10/2023, penikmat karya jurnalistik disuguhi berita dengan judul yang sama: ‘Hari Bakti BP Batam ke-52, Komitmen Dalam Menjadikan Batam Kota Baru.’ Lead beritanya pun sama: Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) akan melaksanakan perayaan puncak Hari Bakti ke-52 Tahun 2023 pada Kamis (26/10/2023). Body berita pun sama: Ketua Panitia Hari Bakti BP Batam, Binsar Tambunan mengatakan, pada peringatan puncak, akan dilaksanakan Upacara Hari Bakti. Hingga ke paragraf terakhir pun sama: ”Slogan yang diusung tahun ini adalah ‘Terus Melaju Menuju Batam Kota Baru.’ Sehingga untuk mencapai itu, dibutuhkan sinergi dari semua pihak,” imbuhnya.
Berita itu diterbitkan oleh sekurang-kurangnya 34 media online dengan jumlah pembaca (viewer) terbesar hingga media dengan jumlah pembaca biasa-biasa. Isi (contain) berita itu sebenarnya hanya merupakan publikasi dari kegiatan BP Batam. Tetapi karena penyajiannya dari redaksi, tidak mencantumkan sumber, iklan atau advertensi, pengumuman atau pemberitahuan, maka berita itu secara sengaja ditampilkan sebagai karya jurnalistik.
Satu media pun, di antara media yang telah merilis berita itu, tidak ada yang jujur menyebut bahwa berita itu adalah karya Humas BP Batam. Semuanya (secara sadar dan spontan) mengaku diproduksi oleh redaksi masing-masing, karena tidak mencantumkan sumber berita yang telah menjadi karya jurnalistik itu. Menurut Kode Etik Jurnalistik (KEJ) versi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atau Aliansi Jurnalis Independen (AJI), karya jurnalistik adalah tulisan, suara, serta suara dan gambar yang menggunakan media cetak dan/atau elektronik.
Dengan adanya pengakuan dari redaksi yang diwadahi oleh perusahaan pers, maka seharusnya editor tunduk pada kode etik. Kode etik itulah yang membedakan karya jurnalistik dengan media sosial, atau koran dengan mural. Sayangnya, redaksi dari puluhan media yang telah terikat kontrak dengan BP Batam itu tidak lagi menghiraukan kode etik dalam memroduksi karya jurnalistik. Padahal, pada pasal 12 KEJ versi PWI disebut: Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya. Begitu juga pada KEJ versi AJI pasal 14 disebut: Jurnalis dilarang menjiplak.
Bahaya Jurnalisme Kloning
Dalam Jurnal Komunikasi Vol 11, Juni 2018 hasil karya Tsana Garini dan Abie Besman dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, menyebut praktik potong tempel (copy paste) berita adalah Jurnalisme Kloning. Praktik seperti ini membahayakan masa depan dunia jurnalistik, sebab prinsip jurnalistik adalah kemerdekaan yang kita kenal dengan independensi. Kemerdekaan yang dimaksud adalah melihat suatu peristiwa atau fakta dari sudut pandang (angle) sang wartawan atau penulis. Jika angle yang digunakan adalah angle Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, lalu dirilis di media atas nama redaksi, maka tamatlah kemerdekaan pers pada karya jurnalistik itu, dan muncullah ‘perhambaan’ pers.
Peristiwa 34 perusahaan pers merilis berita yang sama mulai dari judul, lead, body, hingga ending, 100 persen sama, bahkan kalau ada salah ketik, semua media salah ketik di kata yang sama, itulah pelacuran profesi terburuk dalam dunia jurnalistik. Sebab redaksi telah menggadaikan kemerdekaannya demi sebuah kontrak yang dinilai dengan uang. Harga yang tidak pantas berapa pun nilainya, karena dalam kasus itu, profesi telah disuntik mati.
Peristiwa 34 perusahaan pers merilis berita yang sama mulai dari judul, lead, body, hingga ending, 100 persen sama, bahkan kalau ada salah ketik, semua media salah ketik di kata yang sama, itulah pelacuran profesi terburuk dalam dunia jurnalistik. Sebab redaksi telah menggadaikan kemerdekaannya demi sebuah kontrak yang dinilai dengan uang. Harga yang tidak pantas berapa pun nilainya, karena dalam kasus itu, profesi telah disuntik mati.
Catatan Redaksi.
Pembaca akan bertanya: Kok begitu seriusnya dampak dari sebuah rilis yang di-unggah di media? Bukankah hanya berita informasi kegiatan BP Batam? Benar, jika kita hanya melihat pada satu kasus. Coba kita lihat berita sebuah media online pada 20 Maret 2023. Ada berita berjudul LAK Riau Lingga Minta Hentikan Proyek Pengerukan di Pelabuhan Batuampar. Isinya: Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) meminta perusahaan kontraktor Kerja Sama Operasi (KSO) PT Marinda Karyautama Subur, yang melakukan pengerukan pendalaman kolam dermaga utara Pelabuhan Batuampar, segera menghentikan kegiatannya. Pasalnya, pengerukan tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sehingga menimbulkan air keruh yang mengganggu aktivitas nelayan di kawasan Batuampar dan sekitarnya.
Akibat berita tersebut, BP Batam menyebar rilis ke anggota Jurnalisme Kloning ‘peliharaannya’ dengan judul: BP Batam Pastikan Pengembangan Pelabuhan Batu Ampar Berlanjut. Isinya: BP Batam memastikan pembangunan serta pengembangan Pelabuhan Batu Ampar berlanjut. Meski menghadapi sejumlah tantangan, BP Batam bersama seluruh instansi daerah maupun pusat berkomitmen untuk segera menyelesaikan pengerjaan yang saat ini berlangsung. Berita dengan judul dan isi yang sama disebar ke 30-an media pada 21 Maret 2023, yakni satu hari setelah keluarnya berita pengerukan di kolam dermaga Batuampar tersebut di atas. Tujuannya adalah untuk mendiskreditkan media yang mengungkap fakta, dengan menyebar opini dari Humas BP Batam. Mengapa disebut opini, karena faktanya, tidak sampai 2 bulan sejak berita itu dirilis, proyek yang dimaksud putus kontrak alias gagal total. Padahal Humas BP Batam telah memastikan pengembangan Pelabuhan Batuampar berlanjut. Tetapi, barangkali yang dimaksud berlanjut adalah berlanjut ke kebohongan demi kebohongan.
Peristiwa seperti di atas merupakan fakta yang tidak terbantahkan, sehingga dalam KEJ disebut: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi. Pentingnya verifikasi juga ditekankan dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) yang berbunyi: Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi. Nah! Berita yang disebar oleh Humas BP Batam, lalu dinaikkan tanpa check and recheck, di mana unsur ‘menguji’ informasi? Ketika ada masalah dalam rilis jadi yang dijiplak langsung oleh redaksi media, siapa yang menanggung akibatnya?
Lihat saja, dalam berita: Hari Bakti BP Batam ke-52, Komitmen Dalam Menjadikan Batam Kota Baru, didapati kalimat: ”Dalam peringatan Hari Bakti BP Batam ke-52 tahun ini, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, meminta seluruh jajaran di BP Batam untuk terus meningkatkan koordinasi yang sudah berjalan baik selama ini. Harapannya, agar ke depan kebersamaan dengan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) bisa lebih baik lagi.” Yang menjadi pertanyaan: Urusan apa karyawan BP Batam berkoordinasi dengan Forkopimda? Bukankah seharusnya karyawan BP Batam berkoordinasi dengan para pengusaha, calon investor dan pelaku bisnis? Angle seperti itu yang harus diperhatikan oleh wartawan dalam menjalankan fungsinya, demi menghasilkan karya jurnalistik bermutu dan mendukung dunia usaha. Bukan sekadar pencitraan kosong untuk mengejar pembayaran dari BP Batam.
Kontrak Kerja Hingga Miliaran Rupiah
Adanya kontrak kerja antara BP Batam dengan perusahaan pers, dengan perjanjian memuat berita-berita yang diproduksi Humas BP Batam wajib dimuat di media yang terikat kerjasama. Sebuah kontrak kerja yang memalukan, karena didasari pada transaksi, yakni memuat rilis berita Humas BP Batam di sisi media, dan pembayaran bulanan di sisi BP Batam. Korbannya, salah satu Kepala BP Batam Muhammad Rudi diminta dicopot dari jabatannya karena diduga menipu perusahaan pers dalam kaitan pembayaran kontrak kerja. Bukan hanya Kepala BP Batam yang dapat disebut senjata makan tuan, tetapi publik yang membutuhkan karya jurnalistik sebagai sumber informasi penting.
Terbuka bagi publik, bahwa satu media menerima pembayaran Rp6.000.000 dalam kurun waktu empat bulan, atau Rp1.500.000 per bulan. Beberapa sumber menyebut ada media yang dibayar hingga Rp15.000.000 per bulan, atau Rp60.000.000 per empat bulan. Kompensasinya, memuat rilis dari Humas tanpa mengubah isi. Jika media yang terikat kerja dengan BP Batam membuat berita yang arahnya kontrol sosial atau kritik terhadap proyek misalnya, BP Batam langsung menghentikan hubungan kerja itu.
Apa saja ditulis dalam rilis yang disampaikan oleh Humas BP Batam, para media yang terikat kerja dengan BP Batam tidak berhak mengubahnya, apalagi mengambil angle yang berbeda. Humas BP Batam berhasil dalam proyek itu. Buktinya, ada 34 lebih media yang siap jadi pelaku Jurnalisme Kloning. Dalam kasus media JelajahPerkara.com, terlihat angka Rp6.000.000 per empat bulan. Di sisi lain, ada yang mencapai Rp60.000.000 per empat bulan. Jika dirata-ratakan, media ini menemukan angka Rp3,366 miliar belanja Humas BP Batam untuk memelihara Jurnalisme Kloning. Angka yang sangat besar dan merupakan pemborosan, karena tidak ada kaitannya dengan peningkatan dunia industri dan investasi.
Pemborosan yang bertujuan membungkam media kritis dengan memelihara Jurnalisme Kloning menjadi kontra produktif terhadap kemajuan industri di Batam. Barangkali BP Batam lebih mementingkan penataan kota daripada investasi dan peningkatan kemajuan industri, sehingga mengambil slogan: ”Terus Melaju Menuju Batam Kota Baru.” Kota (Batam) lama yang dicanangkan sebagai pusat pengembangan industri perakitan, perdagangan, pariwisata dan alih kapal, sehingga tumbuh kawasan industri di berbagai sudut Pulau Batam, kini tampaknya akan berubah menjadi Kota Baru yang mengutamakan kepentingan para penguasa.
Selamat Ulang Tahun yang ke-52 BP Batam. Teruslah membungkam media kritis. Ajaklah Dewan Pers berkantor di Batam agar bisa setiap hari menggelar sidang penghakiman terhadap media yang anti Jurnalisme Kloning.
(Redaksi)