* Membongkar Jabatan Ex Officio Sebagai Produk Gagal Pemerintah (Bagian 4)
Azhari Hamid, Wartawan Nusa Viral
Batam, 4 Oktober 2023
Pernyataan lantang Nusron Wahid, anggota DPR RI di Komisi VI, pada Senin 2 Oktober 2023, semakin memperkuat bukti Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam merupakan produk gagal. Apalagi, sebelumnya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengakui masalah yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, lebih menggelora dibanding masalah lain di tanah air.
”Kami mengurus investasi ini sudah banyak. Salah satu problemnya adalah urusan tanah. Tetapi begitu investasi di Rempang kok lebih menggelora dari pada investasi yang lain, padahal masalah di tempat lain lebih ruwet. Contoh pembebasan tanah Pertamina di Tuban (Jawa Timur). Tetapi begitu masalahnya diselesaikan, langsung clear, dan masalahnya tidak begini (ruwet-nya kasus Rempang),” kata Bahlil Lahadalia, 2/10/2023.
Apa sebenarnya yang terjadi di Rempang? Menurut Bahlil, masalah Rempang yang dimulai dengan penolakan warga kepada pematokan tanah dan pengumuman relokasi, amat rusuh pada awalnya, sebelum dia turun langsung ke Rempang menemui masyarakat serta tokohnya pada 17 September 2023. Saat itu Bahlil secara diam-diam, tanpa ditemani pejabat lain, mendatangi rumah Gerisman Ahmad di Rempang untuk mendengar suara hati masyarakat. Momen itu kemudian yang mengubah masalah Rempang mereda.
Sebelumnya, narasi yang digaungkan oleh BP Batam adalah pengosongan seluruh kampung di Rempang pada 28 September 2023, karena investasi Rempang Eco City akan masuk dengan menguasai 17.000 hektar tanah di pulau itu. Warga yang berdiam di 16 kampung tua, yang telah mendiami pulau itu sejak leluhur mereka berdiam di sana sekitar 1834 M, marah dan melakukan perlawanan. Buat warga Rempang, relokasi itu merupakan penghinaan bagi mereka yang menjunjung tinggi adat serta tanah ulayat.
Dalam rilis berbagai media, termasuk media nasional, BP Batam menargetkan pengosongan wilayah Pulau Rempang, dilakukan sebelum 28 September 2023. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk memulai proyek pengerjaan pengembangan kawasan Rempang Eco City menjadi daerah industri, perdagangan, dan wisata. Untuk itulah diturunkan Tim terpadu yang terdiri TNI, Polri, BP Batam, dan Satpol PP.
Kepala BP Batam beberapa kali menegaskan penyerahan 17.000 hektar tanah di Rempang merupakan tindak-tanjut perjanjian di 2004 yang dilakukan oleh Wali Kota Batam (dijabat Nyat Kadir) dan Ketua Otorita Batam (diwakili Mustofa). Padahal, luas keseluruhan Pulau Rempang hanyalah 16.583 hektar, dan 10.000 hektar di antaranya merupakan hutan lindung. Sebuah kesepakatan ‘offside’ karena Hak Pengelolaan (HPL) belum dimiliki oleh BP Batam. Banyak syarat yang masih belum dipenuhi oleh BP Batam untuk mendapatkan HPL dari Kantor Pertanahan Nasional (BPN).
Saya mengusulkan kepada Komisi VI supaya berkirim surat kepada Presiden untuk mengevaluasi tentang konsepsi Ex Officio Kepala BP Batam. Dirangkap langsung oleh Wali Kota, rasa-rasanya memang tidak mampu ini. Dari aspek leadership dan sebagainya. Yang namanya BP Batam itu setara dengan pemerintah dengan Menteri. Yang dipimpinnya itu ada Sestama Eselon I, Deputy Eselon I. Kalau Wali Kota itu yang dipimpinnya Sekda Eselon II, Kepala Dinas Eselon II. Tidak mampu!
Nusron Wahid, Anggota Komisi VI DPR RI.
Tetapi narasi yang terus disampaikan Kepala BP Batam Muhammad Rudi, apakah akibat suka mencari-cari dalil, atau akibat tidak memahami aturan, spontan memaksa warga pindah dari semua perkampungan di Rempang. Tidak ada sosialisasi, tidak ada rembuk atau musyawarah, dan tidak menghiraukan tanah ulayat bahkan makam leluhur warga Rempang, Rudi memerintahkan Tim Terpadu untuk pengosongan pulau.
Petugas yang terdiri dari aparat hukum, keamanan dan pertahanan, dikerahkan ke Rempang. Bahkan Kapolres Barelang, Kombes Nugroho Tri Nuryanto memerintahkan anak buahnya agar menangkap semua warga yang melakukan perlawanan. Mereka memastikan relokasi warga kawasan Pulau Rempang selesai pada waktu yang sudah ditentukan, yakni 28 September 2023. ”Tanggal 28 (September) Pulau Rempang ‘clean and clear’ untuk diserahkan kepada pengembang PT MEG,” kata Kombes Nugroho Tri Nuryanto, saat ditanya wartawan pada Kamis, 7/9/2023.
Barangkali menurut Kepala BP Batam Muhammad Rudi, ketegasan untuk mengosongkan Pulau Rempang pada tanggal yang mereka sepakati merupakan prestasi. ”Kita sudah dipanggil beberapa kali ke Jakarta. Ini adalah kebijakan pusat (Pemerintah Pusat) yang harus dilaksanakan Pemerintah Daerah. Maka kami dipanggil Menko Perekonomian, Menteri Investasi, Mekopolhukam. Bukan berarti tidak memperjuangkan Bapak dan Ibu. Kita memperjuangkan, tetapi mempunya wewenang yang terbatas. Pemerintah daerah adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat yang harus kita lakukan. Karena batasnya hutan lindung sampai ke mana belum kita ketahui, itu yang perlu kita verifikasi. Kita akan kembali ke Jakarta dan menjelaskan masalahnya, apa yang terjadi. Saya belum dapat keputusan dari pemerintah tentang penggantian ini, sehingga belum ketemu dengan Bapak Ibu sekalian,” jelas Muhammad Rudi saat menerima demonstran Rempang pada Rabu, 23/8/2023.
Minimnya pemahaman Muhammad Rudi terhadap tugasnya sebagai Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam, membuat situasi semakin rusuh. Narasi relokasi dan pengosongan, ditambah dengan tidak adanya pertemuan antara dirinya dengan warga Rempang, membuat tindakan pengukuran tanah oleh petugas menjadi tindakan menakutkan. Pengukuran tanah dan memasang patok-patok di Rempang dinilai sebagai penjajahan atas hak dasar dan hak-hak ulayat mereka. Sembilan Ketua Otorita Batam/Kepala BP Batam sebelumnya, yakni mulai dari Ibnu Sutowo, Johannes Baptista Sumarlin, Bacharuddin Jusuf Habibie, Junus Effendi Habibie, Ismeth Abdullah, Mustofa Widjaja, Hatanto Reksodipoetro, Lukita Dinarsyah Tuwo, hingga Edy Putra Irawady, tidak pernah melakukan pemindahan penduduk sebelum masalahnya diselesaikan dalam sebuah dialog atau musyawarah.
Mungkin saja bagi Muhammad Rudi, memindahkan penduduk, apalagi yang sudah memiliki tanah adat dan ulayat, tanpa musyawarah, dan dapat diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, merupakan prestasi yang gemilang. Seperti para pahlawan mengusir penjajah yang tertuang dalam bunyi Proklamasi. Tanpa harus syak wasangka, yang jelas fakta di lapangan tidak ada kompromi buat warga Rempang, sehingga mengadu ke mana-mana, termasuk ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Tetapi, apa yang dilakukan Kepala BP Batam itu? Pihaknya menilai Rekomendasi dari Komnas HAM tidak menjadi acuan dalam rencana alokasi sepihak itu.
Maka, pantaslah anggota DPR RI Komisi VI menyampaikan usul: ”Saya mengusulkan kepada Komisi VI supaya berkirim surat kepada Presiden untuk mengevaluasi tentang konsepsi Ex Officio Kepala BP Batam. Dirangkap langsung oleh Wali Kota, rasa-rasanya memang tidak mampu ini. Dari aspek leadership dan sebagainya. Yang namanya BP Batam itu setara dengan pemerintah dengan Menteri. Yang dipimpinnya itu ada Sestama Eselon I, Deputy Eselon I. Kalau Wali Kota itu yang dipimpinnya Sekda Eselon II, Kepala Dinas Eselon II,” kata Nusron Wahid.
”Ini (jabatan Kepala BP Batam) merangkap. Jadi, saya usul: Kalau toh ada Ex Officio, karena ini ada BP Batam, Bintan, Karimun, tarik Ex Officio ke Gubernur, karena Gubernur punya bawahan Eselon I, Sekdanya Eselon I. Tapi kalau tidak, mendingan kembali ke yang lama. Ex Officio-nya bisa Menteri Koordinator Perekonomian. Kalau perlu bisa Menteri Investasi/BKPM. Nggak mampu! Karena biasanya memimpin Eselon II dengan tingkat problem yang tinggi, sekarang diminta untuk memimpin Eselon I. Kalau perlu, kita revisi Undang-Undang. Khusus Kawasan Batam tidak perlu ada pemerintahan kota. Sama seperti IKN. Tidak ada pejabat politiknya di situ, semua hanya ada pejabat yang diangkat oleh negara,” tegas Nusron Wahid.
Terlihat pada Rapat Kerja Komisi VI bersama Menteri Investasi Kepala Badan Penanaman Modal (BKPN) dan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi dibela habis-habisan oleh Menteri Bahlil, karena banyaknya masalah yang diungkap oleh Komisi VI, terutama di kasus Rempang. Sebuah pemahaman yang sangat minim oleh seorang ex officio Kepala BP Batam, yang perlu dievaluasi sebelum BP Batam semakin ‘jauh panggang dari api-‘nya dalam menarik investasi, akibat kesalahan figur yang kurang dalam kemampuan dan kapasitas. (*)