BP Batam Terindikasi Berbohong Soal Amdal dan Kompensasi

* Warga Tolak Konsultasi Publik Penyusunan Amdal BP Batam

Batam, 01 Oktober 2023

Badan Pengusahaan (BP) Batam terindikasi berbohong dalam Konsultasi Publik Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang diselenggarakan pada Sabtu, 30 September 2023. Sementara itu, warga terus melakukan penolakan terhadap kegiatan Konsultasi Publik Penyusunan Amdal dan rencana relokasi oleh BP Batam.

”Sabtu, 30 September 2023, Kami warga Kampung Sembulang Pasir Merah Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang, menolah dengan tegas Konsultasi AMDAL dan dengan tegas menolak Relokasi ataupun digeser,” kata puluhan warga Sembulang, sebagaimana dirilis dari berbagai sosial media yang beredar, Minggu, 1/10/2023.

Demikian juga ratusan warga dari Kampung Monggak Rempang Cate, Kampung Sembulang Hulu dan Sembulang Tanjung, Kampung Tua Tanjung Kertang Rempang Cate, Kampung Kalap Pantai Tinga Putri, Kampung Belongkeng Rempang Cate, Kampung Sei Buluh Kelurahan Sembulang, Kampung Monggak, Kampung Tua Pasir Panjang, Kampung Tua Sembulang Pasir Merah.

Sejumlah pihak menyebut gerakan menolak Konsultasi Publik dan Penyusunan Amdal dari BP Batam itu sebagai Gerakan 30 September (2023). ”Sampai saat ini warga sering berkumpul di malam hari untuk saling menguatkan, karena ancaman relokasi masih terus menghantui warga. Apalagi kegiatan Konsultasi Publik dilakukan sangat terbatas, dan kami bingung Amdal ini untuk apa, apakah untuk pelepasan hutan atau untuk rencana pendirian pabrik kaca,” kata Hermanto, salah satu warga di Kelurahan Sembulang.

Acara Konsultasi Publik dalam rangka penyusunan AMDAL pelepasan hutan oleh BP Batam, di Sembulang, 30 September 2023.

Pada saat konsultasi publik, Kepala Pusat Perencanaan Program Strategis BP Batam, Fesly Abadi Paranoan, menyatakan Konsultasi Publik Penyusunan Amdal itu dilakukan dalam rangka pelepasan status hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada BP Batam. ”Kalau misalnya ada pertanyaan: Kenapa BP Batam yang mendorong atau menyelenggarakan Konsultasi Publik untuk Amdal ini? Jadi sebenarnya Amdal ini kita bikin, itu dalam rangka masih pelepasan kawasan status hutan,” kata Fesly Abadi Paranoan di hadapan puluhan warga.

Warga yang diundang di kegiatan Konsultasi Publik dan Penyusunan Amdal dari BP Batam yang dilaksanakan di Kantor Camat Galang itu, hanya terdiri dari Lurah dan tokoh masyarakat yang ditentukan di empat Kampung, yakni Rempang Cate, Sembulang, Karas, dan Siantung. Sementara warga lainnya di 16 kampung, yakni Tanjung Kertang; Tanjung Kelengking; Kelongkeng; Pantai Melayu; Monggak; Pasir Panjang; Sembulang Pasir Merah dan sekitarnya; Sungai Raya; Dapur Enam; Tanjung Banut; Cijantung; Dapur Tiga; Air Lingka; Galang Baru; Pengapit tidak diundang.

Ini dapat disebut sebagai tipu muslihat yang dilakukan oleh BP Batam, karena pada saat diumumkan di koran cetak (Liputan Kepri News, Rabu, 20 September 2023), BP Batam menyebut bahwa Konsultasi Publik tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan dokumen Amdal untuk rencana usaha dan kegiatan Pengembangan Kawasan Rempang Eco City Tahap I. Atau singkatnya, pelaksana proyek, bukan BP Batam sebagai regulator. Seharusnya, PT MEG (Makmur Elok Graha) muncul sebagai pemrakarsa. Bukan BP Batam pemrakarsa, meskipun disebut ada kerjasama. Dalam pelaksanaannya, kan, hanya PT MEG.

Hermanto, warga Rempang.

Fesly, menegaskan sebenarnya Kementerian LH dan Kehutanan telah memberikan persetujuan, meski belum ada pelepasan. ”Jadi, Kementerian (LH) Kehutanan melalui SK 785 itu sudah memberikan persetujuan pelepasan kawasan hutan di Pulau Rempang. Yaitu Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi sudah menjadi Kawasan Non Hutan. Dalam rangka penetapan kawasan hutan yang dilepaskan, BP Batam, salah satunya berkewajiban untuk menyusun Amdal. Nah, ini lah mengapa saat ini yang mendorong untuk penyusunan Amdal-nya adalah BP Batam, bukan dari pihak investor. Karena masih kaitannya dalam rangka pelepasan kawasan hutan,” ucapnya.

”Ini dapat disebut sebagai tipu muslihat yang dilakukan oleh BP Batam, karena pada saat diumumkan di koran cetak (Liputan Kepri News, Rabu, 20 September 2023), BP Batam menyebut bahwa Konsultasi Publik tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan dokumen Amdal untuk rencana usaha dan kegiatan Pengembangan Kawasan Rempang Eco City Tahap I. Atau singkatnya, pelaksana proyek, bukan BP Batam sebagai regulator. Seharusnya, PT MEG (Makmur Elok Graha) muncul sebagai pemrakarsa. Bukan BP Batam pemrakarsa, meskipun disebut ada kerjasama. Dalam pelaksanaannya, kan, hanya PT MEG,” ucap Hermanto.

Proyek yang masih dalam wacana, tetapi warga Rempang lebih dahulu diusir dari kampungnya tanpa menghiraukan hidup dan mata pencaharian warga Rempang.

Kenyataannya, kata Hermanto lagi, dalam pelaksanaannya BP Batam bermaksud memenuhi Amdal untuk pelepasan kawasan status hutan. Pak Fesly jelas menyebut: Dalam rangka penetapan kawasan hutan yang dilepaskan, BP Batam, salah satunya berkewajiban untuk menyusun Amdal. Seharusnya, BP Batam lebih dahulu mendapat izin pelepasan hutan dari Kementerian Kehutanan, baru kemudian diserahkan ke pengguna atau investor. Sebab Amdal yang wajib dilakukan investor adalah Amdal proyek yang berbeda dengan Amdal pelepasan hutan,” jelasnya.

Anehnya lagi, menurut seorang pengamat lingkungan hidup yang hadir di kegiatan Konsultasi Publik dan Penyusunan Amdal itu, materi Amdal dalam rangka pelepasan hutan berbeda jauh dengan Amdal proyek. ”Kenapa BP Batam melakukan Konsultasi Publik untuk pelepasan hutan, tetapi materi yang dibawa adalah mengenai proyek pembangunan pabrik kaca Xinyi. Dan, jika Amdal yang akan disusun untuk proyek Xinyi, seharusnya PT MEG atau Xinyi harus hadir sebagai pemrakarsa, bukan BP Batam. Jelas, warga merasa tertipu,” kata Azhari Hamid.

Kemudian, Azhari menjelaskan dalam Konsultasi Publik Penyusunan Amdal, BP Batam bekerjasama dengan Universitas Maritim Raja Ali Haji UMRAH). Sementara lembaga pendidikan itu tidak teregistrasi sebagai lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal. Ada sekitar 214 lembaga yang teregistrasi di Indonesia, antara lain Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Riau, Pusat Teknologi Universitas Hasanuddin, PKSPL – Institut Pertanian Bogor, PPLH-SDA Universitas Sam Ratulangi, PPLH KSE Universitas Halu Oleo, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PPLH-SDA) Universitas Syiah Kuala, Badan Pengembangan dan Pengelola Usaha (BPPU) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, dan lain-lain. Tidak ada lembaga UMRAH di dalam registrasi itu. ”UMRAH sebagai lembaga tidak kompeten menjadi tenaga ahli dalam penyusunan dokumen Amdal,” kata Azhari Hamid.

Dugaan kebohongan lainnya, dalam konsultasi publik itu dipaparkan Perencanaan Kawasan Perumahan Warga Rempang yang akan dibangun oleh BP Batam di atas lahan 146 hektar, dengan luas lahan perumahan 116 hektar, kawasan perdagangan dan jasa 16 hektar, kawasan sarana pendidikan 6 hektar, dan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) 5 hektar, kawasan kantor pemerintah 2,8 hektar, dan fasilitas umum dan fasilitas sosial 2,7 hektar. Perencanaan itu dibuat oleh PT MEG, tetapi Kepala BP Batam menyebut warga dibiayai sejak pindah hingga menempati rumah yang dibangun oleh BP Batam.

”Jika BP Batam yang mengeluarkan biaya terhadap fasilitas untuk warga tersebut, mengapa PT MEG yang membuat perencanaan, mulai dari site plan, bentuk bangunan rumah, sekolah, hingga perkantoran pemerintah? Aneh sekali, negara yang menyediakan dana, tetapi yang merencanakan pembangunannya adalah swasta. Bukankah dana yang dikeluarkan oleh negara, dalam hal ini lembaga BP Batam, harus dipertanggungjawabkan kepada negara? Jika yang merancang adalah perusahaan swasta, lantas bagaimana pertanggungjawaban perencanaannya,” pungkas Azhari Hamid.

Guna konfirmasi, media ini melayangkan pertanyaan kepada Humas BP Batam, antara lain: Siapa pemrakarsa Konsultasi Publik Dalam Rangka Penyusunan AMDAL Rencana Kegiatan Pembangunan Rempang Eco City dan Fasilitasnya yang dilakukan oleh BP Batam bersama Universitas Maritim Raja Ali Haji pada Sabtu, tanggal 30 September 2023 di Rempang? apakah BP Batam, atau PT Mega Elok Graha (MEG)? Jika yang melaksanakan BP Batam, kenapa site plan dan rancangan bangunan serta fasilitas yang akan dibangun sudah ada, dan disusun oleh PT MEG? Jika yang melaksanakan PT MEG, kenapa tidak hadir di acara Konsultasi Publik Dalam Rangka Penyusunan AMDAL Rencana Kegiatan Pembangunan Rempang Eco City dan Fasilitasnya kemarin? Namun hingga berita ini dipublikasi, Direktur Humas BP Batam, Ariastuty Sirait tidak memberikan respon. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *