* Melaporkan Pekerjaan Selesai 90 Persen Padahal Jauh di Bawah 90 Persen
Batam, 20 Juni 2023
PEJABAT Pembuat Komitmen (PPK) proyek Revitalisasi Kolam Dermagar Utara Terminal Pelabuhan Batuampar, Kota Batam, Aris Muajib, diduga melakukan korupsi dengan manipulasi perhitungan volume pengerukan. Proyek yang telah dihentikan Badan Pengusahaan (BP) Batam itu, dilawan oleh kontraktor PT Marinda Utamakarya Subur (MUS) dengan menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN).
”Jika kita hitung anggaran berdasarkan satuan volume dalam RAB (rencana anggaran biaya) per meter kubik ditemukan jumlah harga pengerukan setiap meter kubik. Dalam laporan yang disampaikan oleh PPK, terdapatlah selisih antara pengukuran volume yang benar dengan volume pengukuran yang di-markup oleh PPK. Jika dikalikan dengan harga setiap meter kubik pengerukan, akan ditemukan kerugian negara hingga miliaran rupiah,” kata Manajer Operasi PT MUS, Adi Saelani, kepada media ini, yang dikutip hari ini, Selasa 19/6/2023.
Setelah dilakukan audit internal PT Marinda Utamakarya Subur, kata Adi Saelani, ternyata ditemukan adanya penyimpangan atau ‘markup.’ Akibat adanya hasil survey pengukuran perhitungan volume pengerukkan (yang diduga di-markup) yang disebut pada termin itu sebanyak 90 persen, padahal jauh di bawah 90 persen, dana proyek dicairkan sesuai dengan laporan persentase pekerjaan.
Diuraikan oleh pihak PT MUS, peristiwanya pada awal Februari 2023. Survey dilakukan oleh internal PT MUS yang dilaksanakan Ir Bambang Sudarsono MS, JPU, sebagai senior geodetic engineer STRI nomor reg: 3.004.22.1.1.00018511 serta tim. Hasilnya, ditemukan tidak sama dengan laporan progres pembayaran termin 90% yang dilakukan oleh PPK Aris Muajib. ”Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan jelas-jelas merugikan keuangan negara yang begitu besar,” kata Adi Saelani.
Hasil pengolahan data survey menunjukkan area pengerukan yang dilakukan sesuai RAB, kata Adi Sailani, sebesar 540 meter X 250 meter atau 135.000 meter kubik atau sama dengan 13,5 hektar. Volume sedimen atau clay di area itu sebanyak 470.096 m3 dengan kedalaman 12 meter LWS (Low Water Spring/LWS atau muka air laut surut terendah) dilaporkan telah dilakukan pengerukkan sebesar 390.610 m3 oleh PPK, dengan sisa yang akan dikeruk tinggal 79.485 m3 lagi.
Padahal, pada saat tim survey bathimetri melakukan pengukuran di sisa 79.485 m3 itu, dengan luas 540 m X 124 m atau sekitar 67.000 m2 (6,75 ha), ternyata hasilnya bertolak belakang. Akibatnya timbul kerugian negara miliaran rupiah dalam satu termin itu saja. ”Selisih (volume) yang sangat jauh dengan hasil data yang diperoleh (dengan sebenarnya) sebagai fakta lapangan hasil survey bathimetri. Selisihnya sebesar 150.805 m3,” ucap Adi Saelani.
Jika kita hitung anggaran berdasarkan satuan volume dalam RAB (rencana anggaran biaya) per meter kubik ditemukan jumlah harga pengerukan setiap meter kubik. Dalam laporan yang disampaikan oleh PPK, terdapatlah selisih antara pengukuran volume yang benar dengan volume pengukuran yang di-markup oleh PPK. Jika dikalikan dengan harga setiap meter kubik pengerukan, akan ditemukan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Adi Saelani, Direktur Operasi PT MUS.
Itulah sebabnya, kata Adi Saelani, kenapa sikap licik PPK (Aris Muajib) terhadap proyek ini sangat terang dan jelas tidak lain adalah demi menutupi dugaan markup atau korupsi yang terjadi. Fakta sederhana yang dikemukakan Manajer Operasi PT MUS itu, antara lain:
- Pemutusan kontrak sepihak belum waktunya, seharusnya pada saat waktu pemberian kesempatan atau addendum VII berakhir.
- Dengan diputusnya kontrak, maka kemungkinan besar hasil bathimetri tidak bisa dilakukan lagi oleh pihak kontraktor. Padahal permohonan untuk dilakukan bhatimetri pada saat meeting tanggal 05 Mei 2023 dan tanggal 09 Mei 2023 jelas disebut permintaan itu harus di penuhi. Sebab masih masuk dalam klausul kontrak dan perhitungan akhir dalam RAB.
- Ada fakta lain bahwa PPK merekomendasikan tim survey bathimetrinya kepada tim survey yang lama. Sedangkan kontraktor ingin melakukan dengan tim bathimetri yang baru, karna itu adalah hak kontraktor untuk mendatangkan tim bathimetri sesuai RAB. Tetapi faktanya PPK menolak.
- Jika dengan dilakukan bhatimetri, maka kontraktor dapat mengetahui sudah berapa besar dan berapa persen volume yang telah dikerjakan pengerukkannya. Sehingga (jika demikian) diputusnya kontrak menjadi wajar. Tetapi kenyataannya sama sekali tidak diberi kesempatan oleh PPK demi untuk mengelabuhi laporan terhadap hasil kerjanya. Hal itu diduga demi menyelamatkan jabatan Aris Muajib serta membuat dia bebas dari tuntutan audit BPKP.
- Pihak PT Marinda Utamakarya Subur sejauh ini masih mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait tentang fakta itu.
Adi Saelani menjelaskan pihaknya masih mempertimbangkan apakah akan menempuh langkah hukum dan dengan cara apa akan dilakukan, apakah perdata, atau pidana. Bisa juga dilaporkan sebagai perbuatan korupsi atau korupsi dalam jabatan sebagai PPK dalam proyek atau jabatan di BP Batam. Karena itu, Adi Selani mengaku pihaknya masih berkonsultasi dengan sejumlah LSM dan media dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa itu.
PT Marinda Utamakarya Subur, katanya, sangat dirugikan, terutama dirinya sebagai pimpinan di perusahaan itu. Sebab dilaporkan pekerjaan dilakukan pada saat addendum kontrak I dan V sebesar 90 persen. Saat itu kuasa Kerja Sama Operasi (KSO)-nya I Made Aris Mahardika dari PT Indonesia Timur Raya. Buntutnya, pekerjaan yang dilakukannya dibagian kedua tidak lagi dihargai dengan tidak mendapat bayaran.
”Pekerjaan 90% (peralihan) di addendum kontrak VI – VIII. Saat kuasa KSO atas nama Adi Saelangi, belum menerima termin sedikitpun sampai diputusnya kontrak,” terang Adi Saelani.
Guna konfirmasi kepada Aris Muajib sebagai PPK proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Terminal Pelabuhan Batuampar, media ini telah meminta penjelasan. Kami melayangkan tiga pertanyaan: (1) Tetang markup volume hasil pengerukan; (2) Pemutusan kontrak yang diduga untuk menutupi manipulasi hasil pengukuran bathimetri, dan; (3) Tidak adanya pembayaran kepada PT MUS pada KSO kedua, padahal sudah bekerja selama 4 bulan lebih. Hingga berita ini dinaikkan, semua pertanyaan itu belum digubris oleh Aris Muajib.(*)